Israel larang masuk turis Indonesia: Lima hal yang perlu Anda ketahui
Pemegang paspor Indonesia dilarang Israel untuk berkunjung ke negara di Timur Tengah itu. Apa alasannya? Siapa saja yang akan terkena dampaknya?
Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui.
Mengapa dilarang?
Israel melarang seluruh pemegang paspor Indonesia berkunjung ke negara tersebut mulai 9 Juni mendatang, meskipun telah memiliki visa.Larangan diberlakukan baik bagi mereka yang datang secara individu maupun dalam bentuk rombongan, termasuk yang melakukan wisata rohani.
Keputusan Israel itu merupakan aksi balasan setelah pemerintah Indonesia, pada pertengahan Mei lalu, melarang warga Israel mengunjungi Indonesia.
"Israel telah berupaya mengubah keputusan Indonesia. Namun, langkah yang kami lakukan tampaknya gagal. Hal itu mendorong kami melakukan tindakan balasan," tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahshon, seperti dikutip media pelapor isu-isu Israel-Palestina, Middle East Monitor, Rabu (30/05).
Langkah Indonesia yang tidak membolehkan warga Israel memasuki wilayahnya, disebut sebagai bentuk protes atas tewasnya setidaknya 65 warga Palestina oleh tentara Israel, dalam aksi protes di Jalur Gaza, memperingati 70 tahun Nakba, 15 Mei lalu.
Nakba adalah peristiwa ketika hampir satu juta orang Palestina dipaksa mengungsi dan meninggalkan rumah mereka, ketika Israel mendeklarasikan kemerdekaannya.
Ketika ditanya apakah Indonesia sudah mempertimbangkan bahwa keputusan melarang warga Israel memasuki Indonesia akan berdampak pada kebijakan resiprokal, Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, A.M Fachir, lewat pesan tertulis menegaskan, "Semua itu (negara) memiliki kebijakan untuk menentukan langkah-langkahnya terkait pemberian fasilitas visa".
Lalu, bagaimana sebelumnya?
Indonesia memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Tidak ada kantor perwakilan atau kedutaan Indonesia di Israel dan sebaliknya.
Namun, bukan berarti tidak ada interaksi apa-apa antara kedua negara.
Interaksi yang paling terasa kental adalah soal kunjungan turis, terutama warga Indonesia, baik Nasrani maupun Muslim, yang berwisata reliji ke Israel.
"Karena tidak ada hubungan diplomatik, maka mengajukan aplikasi visanya juga tidak 'normal'. Harus melalui grup, sponsor tertentu dan orang-orang tertentu," kata Sapri Sale, penyusun kamus Indonesia-Ibrani, yang juga merupakan pengamat isu-isu Israel.
Bagi warga Israel yang hendak berkunjung ke Indonesia, bisa mengajukan visa Indonesia, di Kedutaan Indonesia di negara ketiga seperti Singapura dan Thailand, dengan biaya sekitar US$600 atau Rp8,3 juta.
Sementara, bagi warga Indonesia yang hendak berkunjung ke Israel harus membayar aplikasi senilai US$35 atau Rp485.000.
Pendiri Agindo Tours, yang melayani tur ziarah keagamaan ke Israel, Cecilia Ariesta Patty, menceritakan dia mendaftarkan visa melalui agen lokal di Israel, yang kemudian mendaftarkan nama pemohon visa langsung ke Kementerian Dalam Negeri Israel.
Untuk sekali aplikasi, harus ada minimal lima pendaftar visa.
"Proses selesainya sekitar 30 hari. Keluarnya dalam bentuk paper visa, yaitu sebuah lembaran (yang bisa dikopi) berisi daftar nama dan nomor paspor orang yang diizinkan berkunjung ke Israel. Visanya tidak ditempel di paspor masing-masing orang," papar Cecilia.
Meskipun menegaskan di setiap turnya para peserta selalu bepergian bersama ke tempat-tempat ziarah keagamaan, pemilik visa 'juga diperbolehkan' mengunjungi tempat lainnya di Israel.
"Misalnya di Israel, ada tempat wisata (nonreliji), yang sangat cantik di perbatasan dekat Lebanon. Kita bisa pergi ke sana. Seperti visa turis, bisa kemana saja, asalkan masih dalam batas waktu yang diziinkan," tuturnya.
Apa kata pemerintah Indonesia?
Pemerintah Indonesia menegaskan "sudah mengetahui" keputusan Israel itu, meski belum mau berkomentar banyak.
"Kita juga harus memaklumi bahwa setiap negara memiliki kebijakan terkait pemberian fasilitas visa; memberikan atau tidak memberikan. Itu saja. Tidak lebih dari itu," tulis Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, A.M Fachir, lewat pesan singkatnya, Kamis, (31/05).
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menyayangkan langkah yang diambil Israel.
"Karena Yerusalem kota suci beberapa agama... Larangan itu mestinya tidak terkena pada kota-kota suci yang menjadi milik warga dunia. Karena setiap penduduk dunia mestinya punya hak yang sama untuk mengunjungi tempat-tempat suci.
"Sementara banyak umat beragama dari Indonesia yang juga ingin ke Baitul Maqdis," tegas Lukman.
Dampak bagi tur ziarah Nasrani, Palestina dan Muslim
Setiap tahunnya ada puluhan ribu warga Indonesia yang berkunjung untuk berwisata ziarah agama, baik Kristen, Katolik, maupun Islam, ke Israel.
Cecilia Ariesta Patty, lewat Agindo Tours-nya bahkan bisa menyelenggarakan delapan sampai 12 tur ke Israel setiap tahunnya. Dalam sekali tur, dia bisa membawa lima sampai ratusan orang.
"Kita sedih ya, karena dampaknya untuk bisnis langsung terasa buat kita. Baik Nasrani maupun yang Muslim banyak yang ingin ke sana," ceritanya.
- Bentrokan terbaru di perbatasan Gaza-Israel: 10 orang warga Palestina tewas
- Israel temukan terowongan militan
- Milisi Hamas tewas karena terowongan ambruk
Setelah keputusan Israel yang melarang kunjungan turis Indonesia beredar luas, Cecilia pun kelimpungan menjawab pertanyaan para peserta turnya yang telah mendaftar.
"Kita ada yang berangkat ke Israel, untuk tur Nasrani, 21 Juni nanti. Sudah dapat visa. Mereka bingung, banyak pertanyaan. Kemarin kerjaan saya hanya menjawab WhatsApp. Ini kita masih komunikasi terus dengan pihak (agen) yang di Israel. Kita berharap, larangan ini cuma sementara."
Paket tur ziarah ke Israel yang diadakannya, terdiri dari tur untuk umat Nasrani dan tur untuk umat Islam.
Biayanya mencapai US$2.000 sampai US$3.000 (Rp28 juta sampai Rp42 juta) untuk perjalanan selama sekitar 10 hari.
Tur ziarah umat Kristen dan Katolik berfokus di Kota Yerusalem dan Tiberias, kemudian dilanjutkan ke Jericho di Palestina. Sementara tur ziarah umat Islam berfokus pada kunjungan ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, lalu ke makam Nabi Ibrahim di Kota Hebron, Palestina dan ke Kota Jericho yang juga berada di Palestina.
"Ini sebenarnya kerugiannya dari segi wisata, tidak hanya bagi Israel. Palestina juga. Karena ke sana, kita tidak hanya mengunjungi Israel, tetapi juga Palestina. Ke Palestina tetap pakai visa Israel karena masuknya dari perbatasan Israel."
Cecilia berharap agar pemerintah Indonesia memperlunak kebijakan berkunjung bagi warga Israel, dengan harapan Israel juga kembali mengizinkan warga Indonesia masuk ke negara di Timur Tengah itu.
"Indonesia kan negara (dengan umat) Muslim terbesar di dunia. Umat Muslim banyak rindu berziarah ke Yerusalem, ke Masjid Al Aqsa, itu kan timbal balik.
"Apalagi Indonesia ingin jadi penengah konflik Palestina Israel. Kalau saling larang begini kan komunikasi terputus. Bagaimana kita mau jadi penengah? Ini akan merugikan Palestina (juga). Karena turis Muslim Indonesia yang ke sana ingin mengunjungi Palestina," tegas Cecilia.
Warga dan netizen kecewa
Kekecewaan atas keputusan Israel tersebut, banyak didengungkan di media sosial.
Beberapa netizen, menyesalkan keputusan pemerintah Indonesia, yang menyulut aksi balasan dari Israel.
Sementara, ada pula pengguna media sosial yang curhat harus membatalkan mimpinya untuk berwisata rohani ke Israel.
Misalnya Fausta Advent, seorang karyawati asal Surakarta. Dia telah bercita-cita untuk berwisata rohani umat Nasrani ke Israel.
"Kirain itu hoaks. Biasa lah di Instagram biasanya beritanya harus dicek lagi. Ternyata setelah browsing lagi, ternyata benar. Kaget gak percaya aja sih," cerita Advent lewat sambungan telepon.
Advent bercerita, salah satu target hidupnya adalah membawa ibunya berkunjung, berziarah ke Israel.
"Karena memang itu salah satu keinginan beliau. Aku sudah rencana pergi tahun ini. Sudah banding-bandingkan harga tur. Kalau sekarang kita dilarang, ya gimana. Ada harapan suatu saat dibuka lagi, tapi kayaknya mungkin nggak bisa tahun ini."
Perempuan ini berharap agar Israel kembali mengizinkan warga Indonesia berkunjung ke negara itu.
"Harusnya untuk urusan agama boleh ya. Karena kalau memang tempat tertentu berkaitan politik atau perang, boleh-boleh saja kita dilarang ke sana. Tapi kalau ke tempat-tempat agama, itu kan sifatnya universal ya. Kalau dilarang ya tak adil saja menurut aku," pungkasnya.
0 Comments