Negara Islam Irak dan Syam (NIIS atau ISIL; Arab: الدولة الإسلامية في العراق والشام), juga dikenal dengan nama Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS , /ˈaɪsᵻs/), Negara Islam Irak dan asy-Syam,[28] Daesh, atau Negara Islam (NI atau IS),[29] adalah kelompok militan ekstremis. Kelompok ini dipimpin oleh dan didominasi oleh anggota Arab Sunni dari Irak dan Suriah. Hingga Maret 2015, NIIS menguasai wilayah berpenduduk 10 juta orang di Irak dan Suriah. Lewat kelompok lokalnya, NIIS juga menguasai wilayah kecil di Libya, Nigeria, dan Afghanistan. Kelompok ini juga beroperasi atau memiliki afiliasi di berbagai wilayah dunia, termasuk Afrika Utara dan Asia Selatan.[30][31][32][33][34][35]
Dalam bahasa Arab, kelompok ini dikenal dengan nama ad-Dawlah al-Islāmiyah fī 'l-ʿIrāq wa-sy-Syām sehingga terciptalah kata Da'isy atau Daesh (داعش, pengucapan bahasa Arab: [ˈdaːʕiʃ]),[36][37] singkatan "NIIS" dalam bahasa Arab. Pada tanggal 29 Juni 2014, kelompok ini menyatakan dirinya sebagai negara Islam sekaligus kekhalifahan dunia yang dipimpin oleh khalifah Abu Bakr al-Baghdadi dan berganti nama menjadi ad-Dawlah al-Islāmiyah (الدولة الإسلامية, "Negara Islam" (NI). Sebagai kekhalifahan, NIIS mengklaim kendali agama, politik, dan militer atas semua Muslim di seluruh dunia, dan "keabsahan semua keamiran, kelompok, negara, dan organisasi tidak diakui lagi setelah kekuasaan khilāfah meluas dan pasukannya tiba di wilayah mereka".[28][38][39][40]Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut NIIS telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang. Amnesty International melaporkan bahwa kelompok ini telah melakukan pembersihan etnis "berskala sangat besar". Kelompok ini dicap sebagai organisasi teroris oleh PBB, Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, Amerika Serikat, India, Indonesia, Israel, Turki, Arab Saudi, Suriah, dan negara-negara lain. Lebih dari 60 negara secara langsung atau tidak langsung berperang melawan NIIS.
Kelompok ini awalnya didirikan dengan nama Jama'at al-Tawhid wal-Jihad pada tahun 1999, lalu bergabung dengan al-Qaedapada tahun 2004. Kelompok ini terlibat pemberontakan Irak setelah pasukan koalisi Barat menyerbu Irak tahun 2003. Bulan Januari 2006, kelompok tersebut bergabung dengan grup-grup pemberontak Sunni yang tergabung dalam Dewan Syura Mujahidin. Mereka memproklamasikan pemberntukan Negara Islam Irak (NII) pada bulan Oktober 2006. Setelah Perang Saudara Suriah pecah bulan Maret 2011, NII di bawah kepemimpinan al-Baghdadi mengutus para pejuang ke Suriah pada Agustus 2011. Para pejuang tersebut menyebut dirinya Jabhat an-Nuṣrah li-Ahli asy-Syām—Front al-Nusra—dan menguasai daerah-daerah yang mayoritas dihuni warga Sunni di kegubernuran Ar-Raqqah, Idlib, Deir ez-Zor, dan Aleppo. Bulan April 2013, al-Baghdadi mengumumkan penyatuan NII dengan Front al-Nusra dan nama barunya, Negara Islam Irak dan Syam (NIIS). Namun demikian, Abu Mohammad al-Julani dan Ayman al-Zawahiri, masing-masing pemimpin al-Nusra dan al-Qaeda, menolak penyatuan tersebut. Setelah perebutan kekuasaan selama delapan bulan, al-Qaeda memutus semua hubungan dengan NIIS pada tanggal 3 Februari 2014 karena NIIS enggan berunding dan "luar biasa keras kepala". Di Suriah, kelompok ini melancarkan serangan darat terhadap pasukan pemerintah dan faksi pemberontak dalam Perang Saudara Suriah. Mereka mulai dikenal luas setelah mendesak mundur pasukan pemerintah Irak dari kota-kota besar di Irak barat dalam sebuah serangan pada awal 2014. Hilangnya kendali Irak atas wilayahnya sendiri mengakibatkan pecahnya pemerintahan Irak dan memicu aksi militer Amerika Serikat di Irak.[3][41][42][43]
NIIS mahir memanfaatkan media sosial. Mereka mengepos video-video pemenggalan tentara, warga sipil, wartawan, dan pekerja sosial di Internet dan dikenal karena menghancurkan situs-situs warisan budaya. Para tokoh Muslim di seluruh dunia mengutuk ideologi dan aksi-aksi NIIS; mereka berpendapat bahwa kelompok tersebut sudah keluar jauh dari ajaran Islam yang sejati dan segala tindakannya tidak mencerminkan ajaran atau nilai-nilai yang dibawa agama ini.[44][45] Penggunaan nama "Negara Islam" dan konsep kekhalifahan oleh kelompok ini dikritik secara luas. PBB, NATO, berbagai negara, dan sejumlah kelompok Muslim besar menolak keduanya.
Nama
Nama kelompok ini berubah-ubah sejak didirikan.[46]
- Kelompok ini didirikan tahun 1999 oleh seorang radikal Yordania, Abu Musab al-Zarqawi, dengan nama Jamāʻat al-Tawḥīd wa-al-Jihād, "Organisasi Tauhid dan Jihad" (JTJ).[27]
- Bulan Oktober 2004, al-Zarqawi berbaiat kepada Osama bin Laden dan mengganti nama kelompoknya menjadi Tanẓīm Qāʻidat al-Jihād fī Bilād al-Rāfidayn, "Organisasi Pangkalan Jihad di Mesopotamia", lebih dikenal dengan nama al-Qaeda di Irak (AQI).[46][47] Meski mereka tidak pernah menyebut dirinya al-Qaeda di Irak, nama ini menjadi nama non-resminya selama beberapa tahun.[48]
- Bulan Januari 2006, AQI bergabung dengan sejumlah kelompok pemberontak Irak dan membentuk Dewan Syura Mujahidin.[49] Al-Zarqawi tewas pada bulan Juni 2006.
- Tanggal 12 Oktober 2006, Dewan Syura Mujahidin bergabung dengan beberapa faksi pemberontak. Keesokan harinya, mereka mengumumkan pembentukan ad-Dawlah al-ʻIraq al-Islāmiyah, juga dikenal dengan nama Negara Islam Irak (NII).[50] Pemimpin kelompok ini adalah Abu Abdullah al-Rashid al-Baghdadi dan Abu Ayyub al-Masri.[51]Setelah keduanya tewas dalam operasi gabungan Amerika Serikat dan Irak bulan April 2010, Abu Bakr al-Baghdadi diangkat sebagai pemimpin baru kelompok tersebut.
- Tanggal 8 April 2013, setelah memperluas wilayahnya ke Suriah, kelompok ini mulai menggunakan nama Negara Islam Irak dan al-Syam atau Negara Islam Irak dan Suriah.[52][53][54] Kedua nama tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Arab ad-Dawlah al-Islāmīyah fī-l-ʻIrāq wa-sy-Syām;[55][56] al-Syām berarti kawasan Syam atau Suriah Raya.[28] Nama terjemahan tersebut biasa disingkat ISIL atau ISIS dalam bahasa Inggris, namun tidak pernah tetap.[28][56] The Washington Post menyimpulkan bahwa perbedaan antara kedua singkatan tersebut "tidak terlalu besar".[28]
- Nama Da'isy sering dipakai oleh para penentang NIIS yang berbahasa Arab. Nama ini terdiri dari huruf Dāl, alif, ʻayn, dan syīn sehingga membentuk kata (داعش), singkatan al-Dawlah al-Islamīyah fī al-ʻIrāq wa-al-Syām dalam bahasa Arab.[57][58] Ejaan singkatan tersebut beragam, dan "Daesh" lebih lazim digunakan. NIIS menganggap singkatan Da'isy sangat merendahkan karena dengan konjugasi tata bahasa yang tepat, kata tersebut terdengar seperti Daes yang berarti "seseorang yang menginjak sesuatu", dan Dahes, "seseorang yang menebar kebencian".[36][59] ISIL kabarnya memberi ancaman cambuk[60][61] dan potong lidah[62] kepada orang-orang yang memakai istilah Da'isy di wilayahnya. Pada tahun 2015, lebih dari 120 anggota parlemen Britania meminta BBC memakai nama Daesh seperti John Kerry dan Laurent Fabius.[36][63]
- Tanggal 14 Mei 2014, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memutuskan untuk menggunakan nama Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL) untuk menyebut kelompok ini.[57] Pada akhir 2014, para petinggi pemerintahan A.S. beralih ke Daesh karena nama tersebut lebih disukai sekutu-sekutunya di Arab.[36]
- Tanggal 29 Juni 2014, kelompok ini mengganti namanya menjadi ad-Dawlah al-Islāmiyah (الدولة الإسلامية, Negara Islam (NI)) dan menyatakan dirinya sebagai kekhalifahandunia.[38][64][65] "Irak dan Syam" dihapus dari semua dokumen dan komunikasi resmi. Sejak saat itu, nama resmi kelompok ini adalah Negara Islam. Nama Negara Islam dan klaim kekhalifahan dikritik habis-habisan. PBB, beberapa negara, dan sejumlah kelompok Muslim besar menolak nama baru tersebut.[63][66][67][68][69][70][71][72]
Sejarah
| |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Jama'at al-Tawhid wal-Jihad (1999–2004)
Dewan Syura Mujahidin (2006)
Negara Islam Irak (2006–13)
Negara Islam Irak dan Syam (2013–14)
Negara Islam (Juni 2014–sekarang) | |||||||
Topik | |||||||
Pembentukan, 1999–2006
Setelah invasi Irak 2003, jihadis Salafi asal Yordania, Abu Musab al-Zarqawi, dan kelompok militannya, Jama'at al-Tawhid wal-Jihad (didirikan tahun 1999), muncul pada tahap awal pemberontakan Irak lewat serangkaian serangan bunuh diri terhadap masjid Islam Syi'ah, warga sipil, badan pemerintahan Irak, dan tentara Italia yang terlibat dalam Multi-National Force pimpinan Amerika Serikat. Kelompok Al-Zarqawi secara resmi berbaiat kepada jaringan al-Qaeda Osama bin Laden pada bulan Oktober 2004 dan mengganti namanya menjadi Tanzim Qaidat al-Jihad fi Bilad al-Rafidayn (تنظيم قاعدة الجهاد في بلاد الرافدين, "Organisasi Pusat Jihad di Mesopotamia"), biasa dikenal dengan nama al-Qaeda di Irak (AQI).[1][73][74] Serangan terhadap warga sipil, pasukan pemerintah dan pasukan keamanan Irak, diplomat dan tentara asing, dan konvoi Amerika Serikat berlangsung secara intens. Dalam surat kepada al-Zarqawi bulan Juli 2005, wakil ketua al-Qaeda Ayman al-Zawahiri merumuskan rencana empat tahap untuk memperluas Perang Irak. Rencana tersebut mencakup pengusiran pasukan A.S. dari Irak, pembentukan pemerintahan kekhalifahan Islam, penyebaran konflik ke negara tetangga Irak yang sekuler, dan perseteruan dengan Israel. Surat tersebut menyebutkan bahwa rencana ini "bertujuan melawan organisasi Islam baru apapun bentuknya".[75]
Pada bulan Januari 2006, AQI bergabung dengan beberapa kelompok pemberontak Irak kecil di bawah organisasi bernama Dewan Syura Mujahidin (DSM). Menurut Brian Fishman, aksi al-Qaeda merupakan pencitraan semata sekaligus upaya untuk memasukkan unsur-unsur Irak dan mungkin menjauhkan al-Qaeda dari kekacauan taktik al-Zarqawi, khususnya pengeboman tiga hotel di Amman oleh AQI pada tahun 2005.[76] Pada tanggal 7 Juni 2006, serangan udara A.S. menewaskan al-Zarqawi; posisinya digantikan oleh militan asal Mesir, Abu Ayyub al-Masri.[77][78]
Tanggal 12 Oktober 2006, DSM bergabung dengan tiga kelompok kecil dan enam suku Islam Sunni dalam "Koalisi Mutayibin". Kelompok baru ini bersumpah "untuk menyelamatkan umat Sunni dari penindasan kaum pembangkang (Muslim Syi'ah) dan pasukan pendudukan salibis ... untuk mengembalikan hak-hak [kami] sekalipun harus mengorbankan nyawa ... untuk menegakkan janji Allah di muka bumi, dan mengembalikan kejayaan Islam".[79][80] Sehari kemudian, DSM mengumumkan pembentukan Negara Islam Irak (NII) yang terdiri atas enam kegubernuran Arab Sunni di Irak.[81] Abu Omar al-Baghdadidiangkat sebagai amir,[50][82] dan al-Masri diangkat sebagai Menteri Perang dalam kabinet NII yang beranggotakan sepuluh orang.[83]
Negara Islam Irak, 2006–13
Menurut penelitian yang dilakukan oleh badan intelijen Amerika Serikat pada awal 2007, NII—dikenal dengan nama AQI—berencana menggulingkan pemerintahan di Irak bagian tengah dan barat, lalu mengubahnya menjadi kekhalifahan Sunni.[84] Kelompok ini semakin menguat dan, pada masa kejayaannya, menguasai kegubernuran Al Anbar, Diyala, dan Baghdad. Baqubah dipilih sebagai ibu kota Negara Islam Irak.[85][86][87][88]
Kenaikan jumlah tentara Perang Irak tahun 2007 memberi militer Amerika Serikat tambahan pasukan yang cukup untuk menyerbu kelompok tersebut. Akibatnya, banyak anggota AQI yang paling berpengaruh ditangkap atau dibunuh.[89]
Antara bulan Juli dan Oktober 2007, al-Qaeda di Irak dikabarkan kehilangan kendali atas provinsi Al Anbar dan wilayah Baghdad.[90] Sepanjang tahun 2008, serangkaian serangan yang dilancarkan Amerika Serikat dan Irak mendesak mundur pemberontak AQI dari wilayah kekuasaannya di kegubernuran Diyala dan Al Anbar sampai ke kota Mosul.[91]
Pada tahun 2008, NII mengaku sedang mengalami "krisis luar biasa".[92] Usaha kerasnya untuk mempertahankan wilayahnya dikecam oleh warga Irak Arab Sunni dan kelompok pemberontak lainnya. Kelompok tersebut mengalami kejatuhan sementara yang disebabkan oleh beberapa faktor,[93] salah satunya Kebangkitan Anbar.
Pada akhir 2009, komandan pasukan A.S. di Irak, Jenderal Ray Odierno, menyatakan bahwa NII "telah berubah besar dalam kurun dua tahun terakhir. Kelompok yang dulunya didominasi warga asing akhirnya didominasi oleh orang Irak".[94] Pada tanggal 18 April 2010, dua pucuk pimpinan NII, Abu Ayyub al-Masri dan Abu Omar al-Baghdadi, tewas dalam serangan gabungan AS-Irak di dekat kota Tikrit.[95] Dalam konferensi pers bulan Juni 2010, Jenderal Odierno melaporkan bahwa 80% dari 42 pemimpin NII, termasuk perekrut dan penyalur dana, tewas atau ditangkap; delapan sisanya masih buron. Ia mengatakan bahwa kelompok ini sudah terpisah dari pusat al-Qaeda di Pakistan.[96][97][98]
Tanggal 16 Mei 2010, Abu Bakr al-Baghdadi diangkat sebagai pemimpin baru Negara Islam Irak.[99][100] Al-Baghdadi mengganti para pemimpin yang tewas atau ditangkap dengan mengangkat mantan pejabat militer dan intelijen Ba'athis era Saddam Hussein.[101] Hampir semuanya pernah ditahan oleh militer Amerika Serikat, dan mereka mencakup sepertiga dari 25 komandan tertinggi Baghdadi. Salah satu di antaranya adalah mantan kolonel Samir al-Khlifawi, biasa diapnggil Haji Bakr, yang menjadi komandan militer tertinggi yang mengatur semua operasi kelompok ini.[102][103] Al-Khlifawi berperan penting dalam perencanaan dasar yang kelak mendorong terbentuknya NIIS.[104]
Pada Juli 2012, al-Baghdadi merilis pernyataan audio daring bahwa kelompoknya sudah kembali ke daerah yang dulu mereka kuasai sebelum diusir pasukan Amerika Serikat dan Para Putra Irak tahun 2007 dan 2008.[105] Ia juga mengumumkan serangan baru di Irak bernama Breaking the Walls; serangan ini bertujuan membebaskan para anggotanya yang ditahan di sejumlah penjara di Irak.[105] Kekerasan di Irak mulai meningkat pada Juni 2012 lewat serangkaian serangan bom mobil AQI. Pada Juli 2013, jumlah korban tewas mencapai 1.000 orang per bulan untuk pertama kalinya sejak April 2008.[106]
Perang Saudara Suriah
Pada bulan Maret 2011, unjuk rasa menentang pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah dimulai. Dalam beberapa bulan berikutnya, kerusuhan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan memicu militerisasi konflik secara bertahap.[107] Bulan Agustus 2011, al-Baghdadi mulai mengirimkan anggota NII cabang Suriah dan Irak yang berpengalaman dalam perang gerilya untuk mendirikan organisasi di Suriah. Di bawah pimpinan Abu Muhammad al-Julani asal Suriah, kelompok ini mulai merekrut anggota dan mendirikan sel di seluruh Suriah.[108][109] Bulan Januari 2012, kelompok ini meresmikan dirinya dengan nama Jabhat al-Nusra li Ahl as-Sham—Jabhat al-Nusra—biasa dikenal dengan nama Front al-Nusra. Al-Nusra berkembang menjadi pasukan tempur berpengalaman. Mereka didukung oleh warga Suriah yang menentang pemerintahan Assad.[108]
Negara Islam Irak dan Syam, 2013–14
Pada tanggal 8 April 2013, al-Baghdadi merilis pernyataan audio bahwa Front al-Nusra didirikan, didanai, dan dibantu oleh Negara Islam Irak,[110] dan keduanya bergabung menjadi "Negara Islam Irak dan al-Syam".[52] Al-Julani mengeluarkan pernyataan yang membantah penggabungan kedua kelompok tersebut dan mengaku bahwa tak satupun petinggi al-Nusra yang diberitahu soal penggabungan ini.[111] Pada Juni 2013, Al Jazeera melaporkan bahwa mereka menerima surat dari pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahiri yang ditujukan kepada pemimpin al-Nusra dan NII; ia menolak penggabungan tersebut dan mengutus seseorang untuk mengawasi hubungan sekaligus meredam ketegangan antara kedua kelompok tersebut.[112] Pada bulan yang sama, al-Baghdadi merilis pesan audio yang isinya menolak keputusan al-Zawahiri dan menyatakan bahwa penggabungan akan tetap berjalan.[113] Sementara itu, kampanye NIIS untuk membebaskan anggota-anggotanya yang dipenjara memuncak pada Juli 2013. NIIS melancarkan serangan bersamaan terhadap penjara Abu Ghraib dan Taji yang membebaskan lebih dari 500 tahanan, kebanyakan di antaranya veteran pemberontakan Irak.[106][114] Bulan Oktober 2013, al-Zawahiri memerintahkan pembubaran NIIS dan mengangkat Front al-Nusra sebagai pemimpin operasi jihadis di Suriah,[115] tetapi al-Baghdadi menolak keputusan al-Zawahiri atas dasar fikih Islam.[113] Kelompok al-Baghdadi melanjutkan operasinya di Suriah. Pada Februari 2013, setelah delapan bulan berebut kekuasaan, al-Qaeda memutuskan hubungan dengan NIIS.[42]
Menurut wartawan Sarah Birke, ada "perbedaan besar" antara Front al-Nusra dan NIIS. Bila al-Nusra aktif mendukung penggulingan pemerintahan Assad, NIIS "justru berfokus pada pendirian pemerintahan di wilayah yang didudukinya". NIIS "jauh lebih kejam" dalam pembentukan negara Islam. Mereka "melancarkan serangan sektarian dan langsung menegakkan hukum syariah saat itu juga". Front al-Nusra memiliki "kontingen pejuang asing berjumlah besar" dan dipandang sebagai kelompok dalam negeri oleh sebagian besar warga Suriah. Sebaliknya, para pengungsi Suriah justru memandang pejuang NIIS sebagai "pasukan 'penjajah' asing".[116] NIIS menguasai Suriah timur dan utara, dan menerapkan hukum syariah di beberapa kota di sana.[116] Kelompok ini kabarnya menguasai empat kota perbatasan Atmeh, al-Bab, Azaz, dan Jarablus dengan tujuan mengendalikan arus perpindahan manusia dari Suriah ke Turki.[116] Pejuang asing di Suriah mencakup para jihadis berbahasa Rusia yang awalnya merupakan anggota Jaish al-Muhajireen wal-Ansar(JMA).[117] Pada November 2013, pemimpin JMA asal Chechnya, Abu Omar al-Shishani, berbaiat kepada al-Baghdadi.[118] JMA kemudian terbelah antara pihak pendukung al-Shishani dan pihak yang melanjutkan operasi JMA secara terpisah di bawah kepemimpinan baru.[119]
Pada bulan Januari 2014, pemberontak yang berafiliasi dengan Front Islam dan Pasukan Suriah Bebas yang dilatih Amerika Serikat[120] melancarkan serangan melawan militan NIIS di dalam dan sekitar kota Aleppo.[121][122] Bulan Mei 2014, Ayman al-Zawahiri meminta Front al-Nusra untuk menghentikan serangan terhadap pesaingnya, NIIS.[123][tak ada di rujukan] Bulan Juni 2014, setelah pertempuran berlarut-larut antara kedua kelompok tersebut, cabang al-Nusra di kota Al-Bukamal, Suriah, berbaiat kepada NIIS.[124][125] Pada pertengahan Juni 2014, NIIS menduduki perlintasan Trabil di perbatasan Yordania–Irak,[126] satu-satunya perlintasan perbatasan antara kedua negara ini.[127]NIIS didukung oleh sebagian kecil masyarakat di Yordania walaupun tidak banyak karena faktor penindasan pemerintah di Yordania.[128] NIIS melakukan perekrutan di Arab Saudi[129] karena suku-suku di utara Arab Saudi berhubungan dekat dengan suku-suku di Irak barat dan Suriah timur.[130]
Negara Islam, 2014–sekarang
Pada tanggal 29 Juni 2014, organisasi ini mengklaim diri sebagai kekhalifahan dunia.[131] Abu Bakr al-Baghdadi—dikenal oleh para pendukungnya dengan sebutan Amirul Mu'minin, Khalifah Ibrahim—diangkat sebagai khalifah, dan kelompok ini mengganti namanya menjadi ad-Dawlah al-Islāmiyah (الدولة الإسلامية, "Negara Islam" (NI)).[38] Sebagai "kekhalifahan", NIIS mengklaim kendali agama, politik, dan militer atas umat Islam di seluruh dunia.[40][132] Konsep kekhalifahan dan nama "Negara Islam" ditolak oleh pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh Islam di seluruh dunia.[66][67][68][69][70][71][72]
Pada bulan Juni dan Juli 2014, Yordania dan Arab Saudi mengerahkan pasukannya ke perbatasan Irak setelah Irak kehilangan kendali atas titik-titik perlintasan strategis yang dikuasai NIIS atau suku-suku pendukung NIIS.[127][133] Kala itu muncul spekulasi bahwa Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki memerintahkan penarikan tentara dari perbatasan Irak–Saudi untuk "menekan Arab Saudi dan menciptakan ancaman bahwa NIIS juga akan menyeberang ke Arab Saudi".[130]
Pada Juli 2014, NIIS merekrut lebih dari 6.300 orang menurut Syrian Observatory for Human Rights. Beberapa di antaranya diduga pernah menjadi bagian dari Pasukan Suriah Bebas.[134] Tanggal 23 Juli 2014, pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Totoni Hapilon, dan sejumlah pria bertopeng berbaiat kepada al-Baghdadi lewat rekaman video sehingga NIIS juga hadir di Filipina.[35][135] Bulan September 2014, kelompok ini mulai menculik orang-orang untuk dimintai tebusan atas nama NIIS.[136]
Tanggal 3 Agustus 2014, NIIS menduduki kota Zumar, Sinjar, dan Wana di Irak utara.[137] Ribuan orang Yazidi mengungsi ke Gunung Sinjar untuk menghindari militan NIIS. Penderitaan warga Yazidi yang membutuhkan pangan dan air, ancaman genosida oleh NIIS, serta perlunya melindungi warga A.S. di Irak dan membantu Irak melawan NIIS merupakan alasan intervensi Amerika Serikat di Iraktanggal 7 Agustus[138] dan kampanye pengeboman udara di Irak tanggal 8 Agustus 2014.
Tanggal 11 Oktober 2014, NIIS dikabarkan mengerahkan 10.000 militan dari Suriah dan Mosul untuk menduduki ibu kota Irak, Baghdad.[139] Angkatan Darat Irak dan suku Anbar mengancam desersi apabila Amerika Serikat tidak menerjunkan tentara untuk menghambat laju NIIS.[140] Tanggal 13 Oktober, pasukan NIIS terletak 25 kilometer (16 mi) dari Bandar Udara Baghdad.[141]
Pada akhir Oktober 2014, 800 militan radikal menguasai sebagian kota Derna, Libya, dan berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi. Derna menjadi kota pertama di luar Suriah dan Irak yang menjadi bagian dari "Kekhalifahan Negara Islam".[142] Tanggal 2 November 2014, menurut Associated Press, sebagai tanggapan atas serangan udara koalisi, perwakilan Ahrar ash-Sham bertemu dengan Front al-Nusra, Khorasan Group, NIIS, dan Jund al-Aqsa untuk menyatukan kekuatan untuk melawan koalisi pimpinan Amerika Serikat dan kelompok pemberontak moderat Suriah.[143] Namun demikian, pada tanggal 14 November 2014, terungkap bahwa perundingan tersebut tidak menemukan titik terang.[144] Tanggal 10 November 2014, faksi besar dari kelompok militan Ansar Bait al-Maqdis asal Mesir menyatakan berbaiat kepada NIIS.[145]
NIIS sering memanfaatkan air sebagai senjata perang. Penutupan gerbang bendungan kecil Nuaimiyah di Fallujah pada bulan April 2014 mengakibatkan banjir di wilayah sekitarnya sekaligus memutus aliran air ke Irak selatan yang didominasi penduduk Syi'ah. Sekitar 12.000 keluarga kehilangan tempat tinggal dan 200 km² desa dan lahan pertanian banjir atau mengering. Ekonomi wilayah tersebut juga terdampak oleh gagal panen dan terputusnya aliran listrik.[146]
Pada pertengahan Januari 2015, seorang pejabat Yaman mengatakan bahwa NIIS memiliki "puluhan" anggota di Yaman, dan mereka berebut kekuasaan dengan al-Qaeda di Jazirah Arab.[147] Pada bulan itu juga, pejabat Afghanistan membenarkan bahwa NIIS hadir di Afghanistan[148] setelah merekrut 135 militan pada akhir Januari. Pada akhir Januari 2015, 65 militan telah ditangkap atau dibunuh oleh Taliban. Perekrut utama NIIS di Afghanistan, Mullah Abdul Rauf, tewas akibat serangan pesawat nirawak Amerika Serikat pada bulan Februari 2015.[149][150][151]
Pada akhir Januari 2015, dikabarkan bahwa anggota NIIS telah menyusup ke Uni Eropa dengan berpura-pura menjadi pengungsi sipil yang mengungsi dari zona perang Irak dan Syam.[152] Seorang perwakilan NIIS mengklaim bahwa NIIS berhasil menyelundupkan 4.000 anggotanya, dan mereka merencanakan rangkaian serangan di Eropa sebagai balasan atas serangan udara terhadap target-target NIIS di Irak dan Suriah. Namun demikian, para pengamat yakin bahwa klaim tersebut dibesar-besarkan demi menyebarkan rasa takut. Mereka juga mengakui bahwa sejumlah negara Barat sudah tahu soal penyusupan anggota NIIS.[153]
Pada awal Februari 2015, militan NIIS di Libya berusaha menduduki sebagian pedesaan di sebelah barat Sabha dan wilayah yang mencakup kota Sirte, Nofolia, dan pangkalan militer di selatan kedua kota tersebut. Pada bulan itu juga, sebagian anggota Ansar al-Sharia di Yaman berpisah dari al-Qaeda dan berbaiat kepada NIIS.[154]
Tanggal 16 Februari 2015, Mesir melancarkan serangan udara di Libya sebagai balasan atas pemenggalan 21 penganut Kristen Mesir oleh NIIS. Pada hari itu pula, 64 militan NIIS di Libya tewas akibat serangan udara tersebut, termasuk 50 militan di Derna.[155] Akan tetapi, pada awal Maret 2015, NIIS menduduki sebagian kecil wilayah Libya, termasuk sebuah kota di sebelah barat Derna, wilayah sekitar Sirte, sepetak lahan di Libya selatan, sebagian wilayah dekat Benghazi, dan sebagian wilayah di sebelah timur Tripoli.
Tanggal 7 Maret 2015, Boko Haram menyatakan berbaiat kepada NIIS sehingga NIIS hadir di Nigeria, Niger, Chad, dan Kamerun.[6][156][157] Tanggal 13 Maret 2015, kelompok militan dari Gerakan Islam Uzbekistan berbaiat kepada NIIS;[158] kelompok tersebut merilis video lain pada 31 Juli 2015 yang menampilkan baiat pemimpin spiritualnya kepada NIIS.[159] Tanggal 30 Maret 2015, pejabat syariah senior Ansar al-Sharia di Libya, Abdullah Al-Libi, pindah ke NIIS.[160]
Sejak Maret sampai pertengahan April 2015, serbuan pasukan Irak di wilayah NIIS lebih diutamakan di Tikrit dan Kegubernuran Saladin.[161]
Pada bulan Juni 2015, Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengumumkan bahwa NIIS kehilangan lebih dari 10.000 anggota akibat serangan udara selama sembilan bulan.[162] Pada bulan itu juga, tiga serangan bersamaan terjadi: dua hotel diserang oleh pria bersenjata di Tunisia, satu orang dipenggal di Perancis, dan sebuah bom meledak di masjid Syi'ah di Kuwait. NIIS mengaku bertanggung jawab atas serangan di Kuwait dan Tunisia. Bendera NIIS dikibarkan di TKP di Perancis, tetapi NIIS tidak mengaku bertanggung jawab. NIIS juga mengaku bertanggung jawab atas serangan Paris November 2015.[163]
Ideologi dan kepercayaan
NIIS adalah kelompok Salafi atau Wahhabi.[11][164][165] NIIS mengikuti penafsiran Islam ekstrem, mendukung kekerasan agama, dan menganggap Muslim yang tidak sepakat dengan penafsirannya sebagai kafir atau murtad.[8] Menurut Hayder al Khoei, pemikiran NIIS diwakili oleh simbolisme Bendera Hitam yang digunakan Muhammad saat bertempur. Bendera tersebut menampilkan lambang Muhammad di dalam lingkaran putih disertai tulisan "Tiada Tuhan selain Allah".[166] Simbolisme seperti itu mengacu pada kepercayaan NIIS bahwa kelompoknya akan mengembalikan kejayaan kekhalifahan Islam zaman dulu beserta seluruh pengaruh politik, agama, dan eskatologinya.[167]
Menurut sejumlah pengamat, NIIS terbentuk dari ideologi Ikhwanul Muslimin, kelompok Islamis pasca-Utsmaniyah pertama yang berdiri pada akhir 1920-an di Mesir.[168] NIIS mengikuti prinsip jihadis global dan ideologi garis keras al-Qaeda dan kelompok jihadis modern lainnya.[8][3] Namun demikian, sumber-sumber lain menyebutkan bahwa kelompok ini berakar dari Wahhabisme.
Sebagai prinsip penuntunnya, para pemimpin Negara Islam ... membuka dan memperjelas komitmennya terhadap aliran Wahhabi Islam Sunni. Kelompok ini menyebarkan gambar-gambar buku teks agama Wahhabi dari Arab Saudi di sekolah-sekolah yang dikendalikannya. Video dari wilayah NIIS menampilkan teks-teks Wahhabi yang ditemplekan di samping mobil dakwah resmi.— David D. Kirkpatrick, The New York Times[12]
Menurut The Economist, para penentang di ibu kota NIIS, Ar-Raqqah, melaporkan bahwa "kedua belas hakim yang saat ini menjalankan sistem peradilan [di sana] ... adalah orang Saudi". Praktik Wahhabi Saudi yang juga dianut kelompok ini adalah pembentukan polisi agama untuk menertibkan masyarakat dan mewajibkan salat di masjid, pelaksanaan hukuman mati, dan penghancuran atau penataan ulang bangunan keagamaan non-Sunni.[169] Bernard Haykel menyebut niat al-Baghdadi sebagai "Wahhabisme yang belum dijinakkan".[12]
NIIs bertujuan mengembalikan masa-masa kejayaan awal Islam dan menolak segala bidah atau penyesuaian agama Islam yang dianggap menyesatkan tujuan aslinya. NIIS mengutuk rezim-rezim modern dan Kesultanan Utsmaniyah karena keluar dari Islam yang sejati.[170] NIIS juga berusaha membangkitkan kembali proyek pendirian kekhalifahan Wahhabi yang diatur oleh doktrin Salafis yang ketat. Mengikuti tradisi Salafi-Wahhabi, NIIS mencap para pengikut hukum sekuler, termasuk pemerintah Arab Saudi, sebagai kaum murtad.[171]
Kaum Salafi seperti NIIS percaya bahwa hanya kewenangan sahlah yang dapat memimpin jihad, dan prioritas utama di wilayah pertempuran seperti negara-negara non-Muslim adalah penyucian umat Islam. Contohnya, NIIS menganggap kelompok Sunni Palestina, Hamas, kafir yang tidak punya kewenangan sah untuk memimpin jihad. Mereka juga menganggap pertempuran melawan Hamas sebagai tahap pertama pertempuran melawan Israel oleh NIIS.[12][172]
Eskatologi
Salah satu perbedaan antara NIIS dan gerakan Islamis atau jihadis lainnya seperti al-Qaeda adalah penekanannya pada eskatologi dan apokaliptisme—iman kepada Hari Akhirat dan keyakinan bahwa kedatangan Imam Mahdi sudah dekat. NIIS percaya bahwa mereka akan mengalahkan pasukan "Romawi" (Rum) di kota Dabiq sesuai takdir yang telah digariskan.[173] Mengikuti penafsiran Hadits Dua Belas Imam, NIIS juga percaya bahwa al-Baghdadi akan digantikan oleh empat khalifah yang sah.[173]
Seorang pakar Islamisme militan, William McCants, menulis:
Hari Kiamat memenuhi propaganda Negara Islam. [Hari Kiamat] merupakan nilai jual utama untuk para pejuang asing yang ingin mendatangi tempat-tempat yang diramalkan menjadi ajang pertempuran terakhir [umat Islam]. Perang saudara yang berkobar di negara-negara tersebut [Irak dan Suriah] menguatkan ramalan ini. Negara Islam terus mengompori api-api kiamat. [...] Bagi generasi Bin Laden, hari kiamat bukan alasan perekrutan yang efektif. Dua dasawarsa lalu, sejumlah negara di Timur Tengah jauh lebih stabil dan berhasil meredam sektarianisme. Saat itu lebih baik mengangkat isu pemberantasan korupsi dan tirani daripada perlawanan terhadap Antikristus [Dajjal]. Kini, hari kiamat menjadi alasan perekrutan yang dirasa lebih masuk akal.
Tujuan dan strategi
Tujuan
Sejak tahun 2004, tujuan utama kelompok ini adalah pembentukan negara Islam Sunni.[175][176] NIIS lebih tepatnya ingin mendirikan sebuah kekhalifahan, negara Islam yang dipimpin oleh pemerintahan keagamaan (religius) di bawah pemimpin agung—khalifah—yang diyakini sebagai pengganti Nabi Muhammad.[177] Pada bulan Juni 2014, NIIS menerbitkan dokumen yang mengklaim bahwa silsilah al-Baghdadi dapat ditelusuri hingga Muhammad.[177] Setelah mendeklarasikan kekhalifahan baru pada tanggal 29 Juni, NIIS mengangkat al-Baghdadi sebagai khalifahnya. Selaku khalifah, ia meminta semua Muslim taat di seluruh dunia untuk berbaiat kepadanya sesuai fikih Islam.[178]
ISIL menjabarkan tujuan organisasinya dalam majalah Dabiq, yaitu terus memperluas kekuasaan dan menguasai dunia sampai:
Benderanya yang diberkati [Allah]...berkibar di ujung timur dan barat Bumi, menyemaikan benih-benih kebenaran dan keadilan Islam di seluruh dunia, dan mengakhiri kepalsuan dan tirani kaum jahiliyah [tersesat] sekalipun Amerika Serikat beserta koalisinya menolaknya.
Menurut wartawan Jerman Jürgen Todenhöfer yang menghabiskan sepuluh hari bersama NIIS di Mosul, ia sering mendengar seruan bahwa NIIS ingin "menguasai dunia" dan semua yang tidak percaya dengan penafsiran Quran versi NIIS akan dibunuh. Todenhöfer dikejutkan oleh keyakinan para anggota NIIS bahwa "semua agama yang menyetujui demokrasi harus lenyap”[180] dan "semangatnya yang luar biasa"—termasuk semangat untuk membunuh "ratusan juta" orang.[181]
Peta yang menyebar di Internet terkait bekas wilayah negara Islam di Eropa, Timur Tengah, dan Afrika yang menjadi target perluasan NIIS dibuat oleh pendukung luar dan tidak berhubungan resmi dengan NIIS.[170][182][183][184][185][186][187]
Saat kekhalifahan diproklamasikan, NIIS menyatakan bahwa, "keabsahan semua keamiran, kelompok, negara, dan organisasi tidak diakui lagi setelah kekuasaan khilāfah meluas dan pasukannya tiba di wilayah mereka."[177] Ini merupakan penolakan terhadap pemecahan wilayah di Timur Tengah yang dirancang oleh negara-negara Eropa semasa Perang Dunia I lewat Perjanjian Sykes–Picot.[188][189][190]
Strategi
Menurut Jason Burke, seorang wartawan yang menulis tentang Salafisme Jihadi, tujuan NIIS adalah "meneror, mengerahkan, [dan] memecah belah".[191][192] Bila diperinci lagi, tujuan NIIS adalah meneror untuk mengintimidasi warga sipil dan memaksa pemerintah musuh "mengambil keputusan tergesa-gesa yang sebenarnya tidak ingin diambil," mengerahkan para pendukungnya lewat serangkaian motivasi seperti serangan besar mematikan di negara musuh seperti serangan Paris November 2015, dan memecah belah dengan menjauhkan Muslim—khususnya di Barat—dari pemerintah naungannya sehingga menaikkan citra NIIS. Selain itu, NIIS juga "melenyapkan pihak netral dengan memaksa mereka bergabung atau menghancurkan mereka".[191][193]
Sebuah artikel daring berjudul Management of Savagery[194] (Idarat at Tawahoush) tahun 2014, yang disebut-sebut berpengaruh terhadap kemunculan NIIS[195][196][197] dan memaparkan strategi pembentukan kekhalifahan Islam baru,[198] menyarankan strategi serangan di luar negeri agar para pejuangnya:
Meragamkan dan memperluas serangan gangguan terhadap musuh Salibis-Zionis di semua tempat di dunia Islam, bahkan di luarnya bila memungkinkan, untuk mengacaukan upaya persekutuan musuh dan membuat mereka sangat lelah.— Scott Atran, Paris: The War ISIS Wants[199]
Serangan teror terhadap target-target lunak seperti tempat liburan akan menaikkan anggaran belanja keamanan yang kemudian melemahkan "para salibis".
Apabila sebuah resor wisata yang dilindungi Salibis ... diserang, semua resor wisata di semua negara di dunia akan diperketat keamanannya oleh pasukan tambahan sehingga jumlah personilnya berlipat ganda dan anggarannya naik drastis,— Scott Atran, Paris: The War ISIS Wants[199]
sekaligus menginspirasi para pemuda yang pada dasarnya penuh semangat dan enerjik. Teror seperti ini akan:
memotivasi banyak orang untuk pindah ke wilayah kekuasaan kami, terutama para pemuda. ... [Karena] pemuda bangsa memiliki semangat dan jiwa berontak yang sangat tinggi dan lebih dekat dengan sifat [manusia] yang paling dasar.— Scott Atran, Paris: The War ISIS Wants[199]
Teror tersebut juga akan menyeret "Salibis" ke dalam konflik militer yang serba kacau:
[Kami] berusaha mengungkapkan kelemahan kekuasaan Amerika Serikat yang terpusat dengan memaksa mereka meninggalkan perang psikologis lewat media dan perang lewat pihak ketiga sampai mereka memutuskan untuk berperang secara langsung di lapangan.— Scott Atran, Paris: The War ISIS Wants[199]
Seorang pengamat menyebut publikasi eksekusi massal dan pembunuhan warga sipil oleh NIIS sebagai bagian dari "rencana yang sengaja dirancang untuk memunculkan anggapan misi yang suci dan terhormat di kalangan pengikutnya, tetapi juga menggentarkan para pihak yang tidak berbuat apa-apa serta musuhnya."[199] Pengamat lainnya mengatakan bahwa tujuan publikasi tersebut adalah "mematahkan" semangat para penduduk di bawah kekuasaannya secara psikologis "untuk menjamin kesetiaan mutlak mereka melalui rasa takut dan intimidasi", namun pada saat yang bersamaan juag membangkitkan "rasa kebencian dan balas dendam" di kalangan musuhnya.[200]
Dokumen yang ditemukan setelah kematian Samir Abd Muhammad al-Khlifawi, mantan kolonel dinas intelijen pasukan pertahanan udara Saddam Hussein dan "kepala strategi" NIIS, merincikan rencana penaklukan Suriah utara oleh NIIS yang memungkinkan "pergerakan kelompok ini ke Irak". Al-Khlifawi mengusulkan penyusupan mata-mata ke wilayah yang hendak dikuasai. Mata-mata tersebut akan mencari "informasi sebanyak mungkin tentang kota targetnya: Siapa yang tinggal di sana, siapa yang berkuasa, keluarga mana yang taat agamanya, pengikut mazhab Islam manakah mereka, berapa banyak masjid di sana, siapa imamnya, berapa banyak istri dan anak-anaknya, dan berapa usia mereka." Setelah diintai, terjadilah pembunuhan dan penculikan yang "[melenyapkan] setiap orang yang berpotensi menjadi pemimpin atau oposisi". Di Raqqa, setelah pasukan pemberontak mengusir pasukan Assad, NIIS menyusup ke kota tersebut, lalu "pertama-tama puluhan orang hilang, kemudian ratusan orang hilang." [201]
Sejauh ini tidak diketahui keterlibatan NIIS dalam penyelesaian konflik apapun. Pada musim gugur 2015, mediator Irlandia, Jonathan Galway-Jackson, meminta pemimpin oposisi anti-perang di Britania Raya, Jeremy Corbyn, untuk menyusun rencana "perundingan diplomatik jalur kedua" di INCORE, Irlandia, yang melibatkan semua pihak, termasuk perwakilan politik NIIS.
Misi kekhalifahan dunia
Klaim wilayah dan perluasan internasional
Di Irak dan Suriah, NIIS menggunakan pembagian administratif yang sudah ada untuk menata wilayahnya. NIIS menyebut pembagian administratifnya wilayah atau provinsi.[202] Pada Juni 2015, NIIS mendirikan cabang resmi di Libya, Mesir (Semenanjung Sinai), Arab Saudi, Yaman, Aljazair, Afghanistan, Pakistan, Nigeria, dan Kaukasus Utara.[203] Di luar Irak dan Suriah, NIIS hanya menguasai wilayahdi Sinai, Afghanistan, dan Libya.[32] NIIS juga memiliki anggota di Maroko, Lebanon, Yordania, Turki, dan Israel, namun tidak mendirikan cabang resmi di sana.[204]
Provinsi Libya
NIIS membagi Libya menjadi tiga provinsi bersejarah. Mereka mengklaim wilayah Cyrenaica di timur, Fezzan di selatan, dan Tripolitaniadi barat, sekitar ibu kota Tripoli.[205]
Pada tanggal 5 Oktober 2014, Dewan Syura Pemuda Islam dan militan lainnya di Libya bergabung dan membentuk Provinsi Cyrenaica.[206][207] NIIS cabang Libya merupakan cabang yang paling aktif dan sukses di luar Irak dan Suriah. NIIS lebih aktif di seputaran Derna dan Sirte, kampung halaman Gaddafi.[208][209]
Tanggal 4 Januari 2015, pasukan NIIS di Libya menguasai pedesaan timur Sabha dan mengeksekusi 14 tentara Libya.[210][211] Mereka sempat menguasai sebagian Derna sebelum terusir pada pertengahan 2015.[212] Laporan dari Sirte mengindikasikan bahwa militan NIIS yang ditempatkan di sana merupakan campuran militan asing dan loyalis eks-Gaddafi.[213] Pasukan pro-Dawn yang berkaitan dengan Misrata dan Operasi Dawn terlibat pertempuran melawan militan NI di Sirte.[butuh rujukan][214][215] Pertempuran antara pasukan Libya Dawn dan militan NIIS juga terjadi di Daheera, sebelah barat Sirte, dan Harawa, sebelah timur Sirte.[216]
Sumber yang belum dikonfirmasi mengklaim bahwa NIIS menggunakan pangkalannya di Libya untuk menyelundupkan anggota-anggotanya ke Uni Eropa dengan berpura-pura menjadi pengungsi.[217][218]
Provinsi Sinai
Tanggal 10 November 2014, banyak anggota Ansar Bait al-Maqdis yang berbaiat kepada al-Baghdadi.[145] Setelah itu, NIIS mendirikan Provinsi Sinai (Wilayat Sinai).[206][219][220][221] NIIS cabang Sinai diperkirakan memiliki 1.000–2.000 anggota.[35][222] NIIS cabang Sinai juga beroperasi di Jalur Gaza dengan nama Negara Islam di Gaza.[223] Tanggal 19 Agustus 2015, sejumlah anggota NIIS mengebom markas pasukan keamanan Mesir di Kairo utara. Serangan tersebut melukai 30 orang.[224] NIIS juga diduga sebagai dalang jatuhnya Metrojet Penerbangan 9268 yang menewaskan 224 penumpangnya. NIIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut lewat rekaman video, namun pemerintah Mesir membantah klaim NIIS.[225]
Provinsi Aljazair
Para anggota Jund al-Khilafah berbaiat kepada NIIS pada bulan September 2014.[226] NIIS di Aljazair mulai mendapat perhatian setelah mereka memenggal wisatawan Perancis, Herve Gourdel, bulan September 2014. Sejak saat itu, kelompok ini tidak terdengar lagi kabarnya. Pemimpinnya, Khalid Abu-Sulayman, dilaporkan tewas akibat serangan pasukan Aljazair pada Desember 2014.[203]
Provinsi Khorasan
Tanggal 26 Januari 2015, Provinsi Khorasan (Wilayat Khorasan) didirikan. Hafiz Saeed Khan diangkat sebagai Wāli (gubernur) dan Abdul Rauf diangkat sebagai wakilnya setelah keduanya berbaiat kepada al-Baghdadi. Nama Khorasan mengacu pada wilayah lama yang mencakup Afghanistan, Pakistan, dan "daerah sekitarnya".[4][151][227][228]
Pada tanggal 9 Februari 2015, Mullah Abdul Rauf tewas akibat serangan udara NATO.[151] Tanggal 18 Maret 2015, Hafiz Wahidi, pengganti wakil amir NIIS di Afghanistan, bersama sembilan militan NIIS lainnya tewas akibat serangan Angkatan Bersenjata Afghanistan.[229] Pada bulan Juni, Reuters menerima laporan bahwa sejumlah desa di beberapa distrik Provinsi Nangarhar, Afghanistan, telah diduduki oleh NIIS.[32] Tanggal 10 Juli 2015, Hafiz Saeed Khan, amir Provinsi Khorasan NIIS, dikabarkan tewas dalam serangan pesawat nirawak A.S. di Afghanistan timur.[230] Provinsi Khorasan merilis pesan audio yang diklaim sebagai suara Hafiz Saeed Khan pada tanggal 13 Juli 2015,[231] dan ia dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat pada tanggal 29 September 2015.[232]
Provinsi Yaman
Pada tanggal 13 November 2014, militan tak dikenal di Yaman berbaiat kepada NIIS.[226] Pada bulan Desember 2014, NIIS sudah memiliki anggota aktif di Yaman. NIIS dan al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) berebut anggota di Yaman.[147][233] Pada Februari 2015, dikabarkan bahwa sejumlah anggota Ansar al-Sharia di Yaman berpisah dari AQAP dan berbaiat kepada NIIS.[234] Saat Perang Saudara Yaman pecah bulan Maret 2015, sedikitnya tujuh provinsi NIIS yang perbatasannya mengikuti provinsi Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan Houthi, termasuk Provinsi Hadhramaut, Shabwah, dan Sana'a.[235][236]
Houthi Syi'ah (Komite Revolusi) merupakan musuh utama NIIS cabang Yaman.[237][238] Amerika Serikat mendukung intervensi pimpinan Arab Saudi di Yaman melawan pasukan Houthi,[239] tetapi banyak anggota U.S. SOCOM yang mendukung Houthi karena mereka dianggap mampu mendesak mundur al-Qaeda dan NIIS di Yaman, "sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh ratusan serangan pesawat nirawak A.S. dan penasihat militer Yaman".[240] The Guardian melaporkan bahwa "hanya NIIS dan al-Qaeda yang mengambil untung dari konflik yang telah memecah-belah Yaman dan membuat 20 juta orang membutuhkan bantuan darurat."[241]
Provinsi Afrika Barat
Pada tanggal 7 Maret 2015, pemimpin Boko Haram Abubakar Shekau berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Syam melalui pesan audio yang dikirimkan di akun Twitter Boko Haram.[242][243] Tanggal 12 Maret 2015, juru bicara NIIS Abu Mohammad al-Adnani merilis pesan audio yang isinya menerima baiat Boko Haram dan menyebutnya sebagai perluasan wilayah NIIS di Afrika Barat.[5] Material NIIS yang terbit bulan Maret 2015 mencantumkan bahwa anggota Boko Haram adalah bagian dari Wilayat Gharb Afriqiya (Provinsi Afrika Barat).[236]
Provinsi Kaukasus Utara
Sejumlah komandan Keamiran Kaukasus di Chechnya dan Dagestan berbaiat kepada NIIS pada akhir 2014 dan awal 2015.[244] Pada tanggal 23 Juni 2015, juru bicara NIIS Abu Mohammad al-Adnani menerima baiat Kaukasus dan mengumumkan pembentukan Provinsi Kaukasus (Wilayat al-Qawqaz) di bawah kepemimpinan Rustam Asildarov.[7][203]
Asia Tenggara
Pada tanggal 23 Juli 2014, pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Totoni Hapilon, di Filipina berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin NIIS.[135] Pada September 2014, kelompok ini mulai menculik orang untuk dimintai tebusan atas nama NIIS.[136]
Wilayah operasi lainnya
- Militan tak dikenal di Arab Saudi berbaiat kepada NIIS dan ditetapkan sebagai provinsi NIIS.[226]
- Free Sunni of Baalbek Brigade (Lebanon) berbaiat kepada NIIS.[35]
- Sons of the Call for Tawhid and Jihad (Yordania) berbaiat kepada NIIS.[245]
Kepemimpinan dan pemerintahan
Kelompok ini dipimpin dan dijalankan oleh Abu Bakr al-Baghdadi yang dibantu oleh kabinet penasihat. Ia dibantu oleh dua wakil ketua, Abu Muslim al-Turkmani (KIA) di Irak dan Abu Ali al-Anbari di Suriah, dan 12 gubernur lokal di Irak dan Suriah. Tokoh ketiga, Abu Ala al-Afri, diyakini memegang jabatan penting di NIIS dan kabarnya merupakan wakil ketua NIIS. Ketiganya diduga berasal dari etnis Turkmen. Mantan penguasa Irak, Saddam Hussein, juga kabarnya dikelilingi oleh pejabat Turkmen senior.[246][247] Meski al-Baghdadi memberitahu pengikutnya untuk "menasihatinya apabila [ia] membuat kesalahan" dalam khutbahnya, menurut sejumlah pengamat, "ancaman, perlawanan, atau bahkan perbedaan pendapat apapun langsung dibungkam".[248] Di bawah para pemimpin terdapat dewan keuangan, kepemimpinan, militer, hukum—termasuk urusan eksekusi—bantuan pejuang asing, keamanan, intelijen, dan media. Selain itu, NIIS mendirikan dewan syura yang menjamin kesesuaian segala keputusan gubernur dan dewan dengan penafsiran syariah NIIS.[249] Sebagian besar jajaran pemerintahan NIIS didominasi oleh warga Irak, khususnya mantan pejabat pemerintahan Ba'ath era Saddam Hussein yang kehilangan pekerjaan sekaligus pensiunnya dalam proses de-Ba'athifikasi setelah rezimnya digulingkan.[103][250] Warga Irak dan Suriah lebih diutamakan daripada warga negara lain di dalam NIIS karena kelompok ini membutuhkan kesetiaan penduduk Sunni setempat di Irak dan Suriah agar bisa terus berdiri.[251][252] Namun demikian, laporan lainnya menunjukkan bahwa warga Suriah merasa terusir oleh pejuang NIIS dari luar negeri. Beberapa pejuang asli Suriah menolak "favoritisme" (kesukaan) upah dan akomodasi yang diterima pejuang asing.[253][254]
Pada bulan September 2014, The Wall Street Journal memperkirakan bahwa delapan juta warga Irak dan Suriah tinggal di wilayah yang dikuasai NIIS.[255] Ar-Raqqah di Suriah merupakan ibu kota de facto sekaligus tempat uji coba pemerintahan NIIS.[256] Per September 2014, pemerintahan di Ar-Raqqah dikuasai sepenuhnya oleh NIIS. NIIS telah membangun ulang struktur pemerintahan modern kurang dari satu tahun. Mantan pejabat pemerintahan era Assad yang berbaiat kepada NIIS tetap memegang jabatan yang sama. Lembaga pemerintah yang difungsikan dan ditata ulang menyediakan jasa bagi masyarakat. Hanya lembaga kepolisian dan militer yang diisi oleh para pejuang NIIS; mereka menerima rumah milik warga non-Sunni dan warga lainnya yang sudah mengungsi. Pemerintah menyediakan layanan kesejahteraan, pengendalian harga, dan pajak bagi penduduk kelas atas. NIIS menjalankan program kekuasaan lembut di daerah-derah kekuasaannya di Irak dan Suriah, termasuk layanan sosial, khutbah keagamaan, dan dakwah bagi penduduk setempat. NIIS juga melaksanakan layanan masyarakat seperti perbaikan jalan dan pengelolaan arus listrik.[257]
Pakar keamanan Britania Raya Frank Gardner menyimpulkan bahwa prospek penguasaan NIIS lebih besar pada tahun 2014 daripada tahun 2006. Walaupun masih sama brutalnya, keberadaan NIIS "diterima dengan baik" oleh penduduk setempat dan mungkin tidak bisa terusir oleh pasukan Suriah atau Irak yang kurang efektif. NIIS menggantikan pemerintah sebelumnya yang korup dengan pemerintah yang berfungsi dengan baik, menjalankan kembali layanan masyarakat, dan menyediakan suplai air dan minyak. Seiring mengecilnya kemungkinan intervensi Barat, kelompok ini akan "terus mempertahankan daerahnya" dan menguasai wilayah "seluas Pennsylvania sampai waktu yang tak ditentukan".[202][258]NIIS juga mempertahankan produksi pangan, faktor penting bagi kelangsungan pemerintahan dan dukungan masyarakat.[259] Penguasaan 40% produksi gandum Irak oleh NIIS semakin memperkuat cengkeramannya di Irak.
Sistem keuangan
Pada tanggal 11 November 2014, NIIS mengumumkan rencananya untuk mencetak koin emas, perak, dan tembaga sendiri berdasarkan koin Kekhalifahan Umayyah pada abad ke-7. Setelah pengumuman tersebut, NIIS mulai membeli emas, perak, dan tembaga di pasar-pasar di Irak utara dan barat. Para anggota kelompok ini juga kabarnya mulai mencabut insulasi kabel listrik untuk memanfaatkan kabel tembaganya.[260][261] Koin tersebut menampilkan peta dunia, pedang dan tameng, Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, dan bulan sabit. Pakar ekonomi seperti Steven H. Hanke dari Universitas Johns Hopkins tidak yakin dengan rencana tersebut.[261][262] Laporan selanjutnya menduga bahwa koin yang diedarkan di Mosul hanya dilapisi emas dan nilainya tidak sama seperti koin emas asli.[263]
Non-pejuang
Meski NIIS menarik pengikut dari berbagai penjuru dunia dengan menggembar-gemborkan perang suci, tidak semua anggotanya menjadi pejuang. Banyak anggota baru yang berharap menjadi mujahidin setelah bertempur di Suriah, namun kecewa karena harus melakukan pekerjaan sehari-hari seperti mencari air atau membersihkan toilet. Mereka juga kecewa atas larangan penggunaan telepon genggam saat latihan militer.[264]
NIIS menerbitkan material media terkait wanita. Karena wanita tidak diizinkan memegang senjata, NIIS meminta mereka memainkan peran pendukung di dalam organisasi tersebut, misalnya memberi pertolongan pertama, memasak, membesarkan anak, dan menjahit agar menjadi "istri-istri jihad yang baik".[265] Dalam dokumen berjudul Women in the Islamic State: Manifesto and Case Study yang dirilis oleh divisi media Brigade Al-Khanssaa NIIS, pernikahan dan peran keibuan (sejak usia 9 tahun) sangat diutamakan. Wanita harus menjalani hidup "sedenter", memenuhi "peran keibuannya yang mulia" di rumah, kecuali ketika mereka bekerja sebagai guru atau dokter.[266][267] NIIS menolak kesetaraan wanita dan pendidikan non-agama yang tergolong "ilmu duniawi tak berguna".[267]
Militer dan sumber daya
Militer
Pejuang asing di Suriah dan Irak
Pada awal 2015, wartawan Mary Anne Weaver memperkirakan bahwa separuh pejuang NIIS adalah pendatang asing.[269] PBB memperkirakan bahwa NIIS beranggotakan 15.000 pejuang dari lebih dari 80 negara pada November 2014.[270] Intelijen Amerika Serikat memperkirakan peningkatan jumlah pejuang asing sebesar 20.000 orang pada Februari 2015, termasuk 3.400 orang dari negara-negara Barat.[271]
Negara | Population |
---|---|
Tunisia | |
Arab Saudi | |
Rusia | |
Yordania | |
Maroko | |
Perancis | |
Turki | |
Lebanon | |
Jerman | |
Libya | |
Britania Raya | |
Indonesia | |
Uzbekistan | |
Pakistan |
Statistik per negara: 3.000 pejuang dari Tunisia,[272][273] 2.500 dari Arab Saudi,[272][273] 1.700 dari Rusia,[274] 1.500 dari Yordania,[273] 1.500 dari Maroko,[273] 1.200 dari Perancis,[273] 1.000 dari Turki,[275] 900 dari Lebanon,[273] 700 dari Jerman,[276] 600 dari Libya,[273] 600 dari Britania Raya,[272][273] 500 dari Indonesia,[277] 500 dari Uzbekistan,[273]500 dari Pakistan,[273] 440 dari Belgia,[273] 360 dari Turkmenistan,[273] 360 dari Mesir,[273] 350 dari Serbia,[278] 330 dari Bosnia,[273] 300 dari Ciina,[279] 300 dari Kosovo,[280] 300 dari Swedia,[281] 250 dari Australia,[282] 250 dari Kazakhstan,[273] 250 dari Belanda,[273] 200-300 dari Azerbaijan,[283] 200 dari Austria,[284] 200 dari Aljazair,[273] 200 dari Malaysia,[277] 190 dari Tajikistan,[273] 180 dari Amerika Serikat,[271] 150 dari Norwegia,[285] 150 dari Denmark,[273] 140 dari Albania,[278] 133 dari Spanyol,[286] 130 dari Kanada,[287]110 dari Yaman,[273] 100 dari Sudan,[273] 100 dari Kyrgyzstan,[273] 80 dari Italia,[273] 70–80 dari Palestina,[288] 70 dari Somalia,[273] 70 dari Kuwait,[273] 70 dari Finlandia,[273] 50 dari Ukraina,[273] 40–50 dari Israel,[288][289] 40 dari Irlandia,[290] 40 dari Swiss,[273] sedikitnya 30 dari Georgia,[291] 23 dari Argentina,[292] 18 dari India,[293] 10–12 dari Portugal,[294][295]dan 3 dari Filipina.[296]
Menurut pernyataan mantan pemimpin senior NI, para pejuang mendapatkan suplai makanan, bensin, dan rumah tanpa upah, tidak seperti pejuang Irak atau Suriah.[297]
Senjata
Senjata konvensional
NIIS cenderung bergantung pada senjata rampasan. Sumber terbesarnya adalah arsenal Saddam Hussein pada masa pemberontakan Irak 2003–11[298] dan senjata milik pasukan pemerintah dan oposisi pada masa Perang Saudara Suriah serta pemberontakan Irak pasca-AS. Senjata yang mereka rampas, termasuk kendaraan lapis baja, bedil, rudal darat-ke-udara, dan bahkan sejumlah pesawat terbang, memungkinkan NIIS memperluas wilayahnya dengan cepat dan merampas peralatan militer lainnya.[299]
Senjata non-konvensional
Kelompok ini dikenal sering memanfaatkan bom mobil dan truk, pengebom bunuh diri, dan peledak rakitan, serta senjata kimia di Irak dan Suriah. NIIS merampas material nuklir dari Universitas Mosul pada Juli 2014, namun tidak mampu mengubahnya menjadi senjata.[300][301] Dalam majalah bulanan Dabiq, John Cantlie mengarang skenario pembelian senjata nuklir dari pejabat-pejabat korup di Pakistan oleh NIIS.[302] Menteri Pertahanan India menanggapi, "Dengan bangkitnya NIIS di Asia Barat, [kami] khawatir mereka mampu mendapatkan akses persenjataan nuklir dari negara-negara seperti Pakistan".[303]
Pada September 2015, seorang pejabat Amerika Serikat menyatakan bahwa NIIS membuat dan menggunakan gas mustar di Suriah dan Irak, dan memiliki tim peneliti senjata kimia aktif.[304][305]
Propaganda dan media sosial
NIIS dikenal karena propagandanya yang luas dan efektif.[306][307] NISS memakai Bendera Hitam Islam dan merancang lambang yang memiliki makna simbolis di kalangan umat Islam.[308]
Pada bulan November 2006, tidak lama setelah mengubah namanya menjadi "Negara Islam Irak", kelompok ini mendirikan Al-Furqan Foundation for Media Production untuk keperluan pembuatan CD, DVD, poster, pamflet, dan produk propaganda web sekaligus pernyataan resmi.[309] NIIS mulai memperluas kehadiran medianya pada tahun 2013 lewat pembentukan sayap media keduanya bernama Al-I'tisam Media Foundation pada bulan Maret[310][311] dan Ajnad Foundation for Media Production untuk pembuatan nasyid dan konten suara pada bulan Agustus.[312] Pada pertengahan 2014, NIIS mendirikan Al-Hayat Media Center yang menargetkan masyarakat Barat dan memproduksi material berbahasa Inggris, Jerman, Rusia dan Perancis.[313][314] Ketika NIIS mengumumkan perluasannya ke negara lain pada November 2014, organisasi ini mendirikan departemen media untuk cabang-cabang barunya. Sayap media NIIS menjamin bahwa cabang-cabangnya mengikuti model pemasaran yang dipakai di Irak dan Suriah.[315]
Bulan Desember 2014, Direktur FBI James Comey menyatakan bahwa "propaganda NIIS sangat bagus. Mereka mengudara... dalam kurang lebih 23 bahasa".[316]
Sejak Juli 2014, al-Hayat mulai menerbitkan majalah digital bernama Dabiq, dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris. Menurut majalah tersebut, namanya diambil dari nama kota Dabiq di Suriah utara yang disebutkan dalam sebuah hadits mengenai Hari Kiamat.[317] Al-Hayat juga menerbitkan majalah digital berbahasa Turki bernama Konstantiniyye, nama Istanbul dalam bahasa Turki Utsmaniyah, pada bulan Juni 2015.[318][319] Kelompok ini juga mengoperasikan jaringan radio Al-Bayan yang menyiarkan buletin berbahasa Arab, Rusia, dan Inggris, dan meliput aktivitasnya di Irak, Suriah, dan Libya.[320]
Pemanfaatan media sosial oleh NIIS diakui "lebih hebat daripada sebagian besar perusahaan Amerika Serikat".[306][321] Organisasi ini sering menggunakan media sosial, terutama Twitter, untuk menyebarkan pesan-pesannya dengan melakukan kampanye tagar, mengepos kicauan di tagar populer, dan memanfaatkan aplikasi perangkat lunak yang memungkinkan propagandanya tersebar secara otomatis lewat akun para pendukungnya.[321][322] Seorang pengamat mengatakan bahwa "NIIS lebih mahir memanfaatkan media sosial daripada kelompok-kelompok jihad lainnya... Kehadiran mereka di media sosial sangat teratur."[323] Pada Agustus 2014, Twitter menutup beberapa akun yang berhubungan dengan NIIS. NIIS membuat lagi dan mempublikasikan akun-akun barunya keesokan harinya, namun ditutup lagi oleh Twitter.[324] Kelompok ini berusaha beralih ke situs media sosial alternatif seperti Quitter, Friendica, dan Diaspora. Namun demikian, Quitter dan Friendica berusaha melenyapkan akun-akun NIIS dari situs mereka.[325]
Penerbitan video dan foto pemenggalan, penembakan, pembakaran atau penenggelaman tahanan dijuluki sebagai "prestasi" NIIS.[326] Wartawan Abdel Bari Atwan menyebut konten media NIIS sebagai bagian dari "kebijakan yang diterapkan secara sistematis". Kekejaman pembunuhannya "menjamin" naiknya perhatian media dan masyarakat. Sesuai rencana strategiwan al-Qaeda Abu Bakr Naji, NIIS berharap bahwa "kekejaman" akan membuat musuh-musuh Baratnya "jengkel dan lelah" dan menarik Amerika Serikat ke lapangan untuk melawan NIIS. Pasukan yang tidak berniat untuk memenangkan perang berkelanjutan akan "dibuat lelah" secara militer.[248]
Selain pencitraan yang brutal, NIIS mencitrakan dirinya sebagai "negara impian yang emosional, tempat orang-orang 'kembali', ketika semua orang adalah 'saudara' atau 'saudari'. Adaptasi atau singkatan istilah Islam yang disesuaikan dengan bahasa prokem mulai merebak di akun-akun media sosial berbahasa Inggris untuk menciptakan citra 'jihadi keren'."[248] "Alasan psikologis yang paling manjur" dari propaganda media NIIS adalah janji surga bagi para pejuang yang syahid. Media NIIS sering mengepos foto jihadis syahid dengan wajah tersenyum, 'salam' NIIS berupa 'telunjuk yang mengarah ke langit', dan kesaksian para janda pejuang yang bahagia.[248]
NIIS juga berusaha memaparkan "argumen [yang lebih] rasional" dalam seri "pernyataan pers/diskusi" yang dibawakan oleh John Cantlie dan dipublikasikan di YouTube. Salah satu "presentasi Cantlie" mengutip berbagai pejabat Amerika Serikat, baik petahana maupun mantan, seperti Presiden Barack Obama dan pejabat CIA Michael Scheuer.[327] Bulan April 2015, sekelompok peretas yang mengaku berbaiat kepada NIIS meretas 11 saluran televisi global milik TV5Monde selama beberapa jam dan mengambil alih halaman media sosialnya selama hampir satu hari.[328] Perusahaan keamanan siber Amerika Serikat, FireEye, melaporkan bahwa serangan tersebut diyakini dilakukan oleh kelompok peretas asal Rusia bernama APT28 yang diduga berhubungan dengan pemerintah Rusia.[329]
Anonymous
Setelah serangan Paris November 2015, grup hacktivis Anonymous "menyatakan perang" terhadap NIIS.[330] Beberapa hari setelah serangan, Anonymous mengumumkan bahwa mereka telah menutup "lebih dari 5.500" akun Twitter milik pendukung NIIS. Kelompok ini juga merilis "daftar target" untuk para anggotanya, termasuk "akun Twitter anggota NIS, penyedia layanan Internet Suriah, dan surel dan server web NIIS."[331] Sebuah akun Telegram yang diduga terkait dengan NIIS menanggapi aksi Anonymous dengan menyebut mereka "idiot".[332] Juru bicara Twitter memberitahu The Daily Dot bahwa Twitter tidak memakai daftar akun yang dilaporkan Anonymous karena terbukti "sangat tidak akurat" dan mencakup akun milik para akademisi dan wartawan.[333]
Pendanaan
Menurut penelitian Financial Action Task Force tahun 2015, lima sumber pendapatan utama NIIS adalah sebagai berikut (menurut nilai):
- rampasan dari pendudukan wilayah (termasuk penguasaan bank, sumber minyak dan gas, pajak, pemerasan, dan perampokan aset-aset ekonomis)
- tebusan penculikan
- sumbangan dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk, biasanya beralasan "sumbangan kemanusiaan"
- bantuan material oleh pejuang asing
- penggalangan dana lewat jaringan komunikasi modern[334]
Tahun 2014, RAND Corporation menganalisis sumber pendanaan NIIS dari dokumen yang diperoleh antara tahun 2005 dan 2010[335] dan menemukan bahwa sumbangan luar negeri hanya mencakup 5% dari total anggaran operasional kelompok ini.[335] Sel-sel di Irak diwajibkan mengirim 20% pendapatannya yang diperoleh dari penculikan, pemerasan, dan aktivitas lain ke induknya. Induk organisasi tersebut akan menyalurkannya ke sel-sel provinsi atau lokal yang membutuhkan dana untuk melancarkan serangan.[335][335]
Pada pertengahan 2014, intelijen Irak mendapatkan informasi bahwa NIIS memiliki aset senilai US$2 miliar[336] dan menjadikannya kelompok jihadis terkaya di dunia.[337] Sekitar tiga per empat jumlah tersebut dirampok dari bank sentral Mosul dan bank-bank komersial di Mosul.[338][339] Akan tetapi, sebagian pihak meragukan apakah NIIS mampu merampok uang sedemikian besarnya dari bank sentral[340] dan apakah perampokan bank benar-benar terjadi.[341]
Sejak 2012, NIIS merilis laporan tahunan layaknya laporan operasional perusahaan untuk menarik calon donatur.[306][342]
Pendapatan minyak
Seorang pejabat Kementerian Keuangan Amerika Serikat memperkirakan bahwa NIIS memiliki pendapatan US$1 juta per hari lewat aktivitas ekspor minyak.[343] Pada tahun 2014, analis energi asal Dubai memperkirakan bahwa pendapatan minyak gabungan dari wilayah Irak dan Suriah yang diduduki NIIS mencapai US$3 juta per hari.[344] Tahun 2014, sebagian besar pendanaan kelompok ini berasal dari produksi dan penjualan energi; NIIS menguasai kurang lebih 300 sumur minyak di Irak. Pada puncaknya, NIIS mengoperasikan 350 sumur minyak di Irak, namun kehilangan 45 sumur akibat serangan udara pasukan asing. NIIS telah menguasai 60% kapasitas produksi minyak Suriah. Sekitar seperlima kapasitas totalnya dioperasikan oleh NIIS. NIIS mendapatkan US$2,5 juta per hari dengan menjual 50.000–60.000 barel minyak per hari.[343][345] Penjualan luar negeri bergantung pada pasar gelap ekspor ke Turki. Banyak penyelundup dan penjaga perbatasan Turki korup yang membantu Saddam Hussein menghindari sanksi justru membantu NIIS mengekspor minyak dan mengimpor uang tunai.[336][345][346] Pendapatan energi NIIS juga mencakup penjualan listrik dari pembangkit listrik di Suriah utara; sebagian listrik tersebut kabarnya dijual kembali ke pemerintah Suriah.[347]
Penjualan barang antik
Penjualan artefak diduga merupakan sumber pendanaan NIIS terbesar kedua.[345] Lebih dari sepertiga situs sejarah Irak dikuasai oleh NIIS. NIIS menjarah istana raja Asiria Ashurnasirpal II di Kalhu (Nimrud) yang sudah berdiri sejak abad ke-9 SM. Tablet, manuskrip, dan kuneiform dijual senilai ratusan juta dolar. Artefak jarahan diselundupkan ke Turki dan Yordania. Abdulamir al-Hamdani, arkeolog SUNY Stony Brook, mengatakan bahwa NIIS "menjarah... akar terdasar umat manusia, artefak dari peradaban tertua di dunia".[345]
Pajak dan pemerasan
NIIS juga mengumpulkan kekayaannya lewat pajak dan pemerasan.[343] Terkait pajak, umat Kristen dan orang asing wajib membayar pajak jizyah. Selain itu, kelompok ini rutin melakukan pemerasan dengan meminta uang dari sopir truk dan mengancam mengebom toko. Merampok bank dan toko emas merupakan salah satu sumber pendapatan NIIS.[348]Pemerintah Irak secara tidak langsung mendanai NIIS karena pemerintah masih terus membayar gaji ribuan karyawan pemerintah yang bekerja di wilayah NIIS; NIIS kemudian memangkas separuh gaji karyawan pemerintah Irak.[349] Polisi, guru, dan tentara yang sebelumnya bekerja untuk rezim sekuler Irak masih diizinkan bekerja apabila mereka membayar iuran kartu pertobatan yang harus diperpanjang setiap tahunnya.[350]
Perdagangan narkotika
Menurut Victor Ivanov, kepala badan narkotika nasional Rusia, NIIS mengumpulkan kekayaan dengan menyelundupkan heroin Afghanistan melintasi wilayahnya seperti yang dilakukan Boko Haram.[351] Pendapatan dari aktivitas ini bisa mencapai $1 miliar per tahunnya.[351]
Pertanian
Lahan pertanian antara sungai Tigris dan Eufrat menghasilkan separuh produksi gandum tahunan Suriah dan sepertiga produksi gandum tahunan Irak. NIIS mampu memproduksi hasil tani senilai US$200 juta per tahun bila lahannya dikelola dengan baik.[350]
Sumbangan Arab Saudi dan negara-negara Teluk
Pada Juni 2014, surat kabar The Daily Beast menuduh Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar mendanai NIIS.[352][353] Iran dan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki juga menuduh Arab Saudi dan Qatar mendanai kelompok tersebut.[352][354][355] Menjelang konferensi pro-Irak anti-NIIS yang diselenggarakan di Paris tanggal 15 September 2014, menteri luar negeri Perancis mengakui bahwa sejumlah negara yang hadir (Saudi, Qatar, dan Kuwait) "sangat mungkin" mendanai operasi NIIS.[356] Menurut The Atlantic, NIIS bisa jadi merupakan badian dari strategi operasi rahasia Bandar bin Sultan di Suriah.[357]
Beberapa organisasi amal tak terdaftar menjadi perantara dana ke NIIS dengan alasan "sumbangan kemanusiaan". Arab Saudi menerapkan larangan menyeluruh untuk sumbangan tak berizin ke Suriah demi menghentikan arus dana tersebut.[345] Namun demikian, sejumlah sumber menegaskan tidak ada bukti bahwa NIIS didukung langsung oleh negara-negara Teluk.[129][355][358]
Pendukung
Warga Irak dan Suriah
Menurut laporan Reuters yang mengutip sumber "ideolog jihadis", 90% pejuang NIIS di Irak adalah warga Irak dan 70% pejuang di Suriah adalah warga Suriah. Artikel tersebut menyatakan bahwa kelompok tersebut memiliki 40.000 pejuang dan 60.000 pendukung di Irak dan Suriah.[25]
Warga asing
Menurut laporan Dewan Keamanan PBB bulan Maret 2015, 22.000 pejuang asing dari 100 negara telah berangkat ke Suriah dan Irak, sebagian besar hendak mendukung NIIS. Laporan tersebut memperingatkan bahwa Suriah dan Irak telah menjadi "tempat pendidikan ekstremis tahap akhir".[359] Pada pertengahan 2014, pemimpin NIIS Abu Bakr al-Baghdadi menyerukan, "Berangkatlah, wahai umat Islam, ke negaramu ...".[360]
Laporan PBB bulan Mei 2015 menunjukkan bahwa 25.000 "pejuang teroris asing" dari 100 negara telah bergabung dengan berbagai kelompok "Islamis". Banyak di antaranya yang bekerja untuk NIIS atau al-Qaeda.[361]
Kelompok pendukung
Terrorism Research and Analysis Consortium (TRAC) mengidentifikasi 60 kelompok jihadis di 30 negara yang telah berbaiat atau mendukung NIIS per November 2014. Kelompok-kelompok ini sebelumnya berafiliasi dengan al-Qaeda sehingga menunjukkan adanya peralihan kepemimpinan jihad global ke NIIS.[362]
Kelompok-kelompok berikut telah menyatakan dukungannya kepada NIIS:
- Boko Haram[363]
- Ansar al-Sharia (Tunisia)[364][365]
- Jund al-Khilafah[366]
- Mujahideen Shura Council in the Environs of Jerusalem[367]
- Jamaah Ansharut Tauhid[368] – (berbaiat kepada NIIS; sebagian besar anggotanya keluar setelah pemimpinnya berbaiat kepada NIIS)[368][369]
- Islamic Movement of Uzbekistan[370][371]
- Jundallah (Pakistan)[34]
- Caucasus Emirate (beberapa komandan Caucasus Emirate berbaiat ke NIIS)[372][373][374]
- Sheikh Omar Hadid Brigade[375]
- Khalifa Islamiyah Mindanao
Dugaan bantuan Turki
Berbagai pengamat, warga Kurdi Suriah, dan Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden menduga Turki mendukung atau bekerja sama dengan NIIS.[379][380][381] Menurut wartawan Patrick Cockburn, ada "bukti kuat bahwa terjadi kerja sama" antara dinas intelijen Turki dan NIIS walaupun "kepastian sifat hubungan tersebut ... masih belum jelas".[382] David L. Phillips dari Columbia University Institute for the Study of Human Rights, yang menyusun daftar tuduhan dan klaim bantuan Turki terhadap NIIS, menulis bahwa dugaan tersebut "berkisar antara kerja sama militer dan transfer senjata hingga bantuan logisitik, bantuan keuangan, dan penyediaan layanan kesehatan".[383] Beberapa pejuang dan komandan NIIS mengklaim bahwa Turki membantu NIIS.[384][385][386] Di dalam Turki sendiri, NIIS diyakini mengakibatkan polarisasi politik antara kaum sekuler dan Islamis.[387]
Pada Juli 2015, serbuan pasukan khusus Amerika Serikat ke rumah "kepala pejabat keuangan" NI, Abu Sayyaf, menemukan bukti bahwa pejabat Turki memiliki hubungan langsung dengan para petinggi NIIS. Menurut seorang pejabat senior Barat, dokumen dan stik USB yang disita dalam serbuan tersebut mengungkapkan hubungan yang "jelas" dan "tak terbantahkan" antara Turki dan NIIS "sehingga hubungan keduanya memiliki dampak kebijakan yang mendalam terhadap hubungan [Barat] dan Ankara".[379]
Turki dihujani kritik karena membiarkan orang-orang luar masuk wilayahnya dan bergabung dengan NIIS di Suriah.[388][389] Dengan banyaknya pejuang Islamis yang melintasi Turki menuju Suriah, Turki dituduh sebagai negara transit bagi para pejuang Islamis dan dijuluki "Gerbang Masuk Jihad".[390] Polisi perbatasan Turki kabarnya membiarkan orang-orang yang masuk Suriah yang bersedia memberi suap.[390] Laporan Sky News mengungkapkan bahwa paspor pejuang Islamis asing yang hendak bergabung dengan NIIS lewat Suriah sudah dicap oleh pemerintah Turki.[391] Seorang komandan NIIS menyatakan bahwa "sebagian besar pejuang yang bergabung dengan kami saat perang pertama kali pecah datang lewat Turki, demikian halnya pasokan peralatan dan persediaan kami".[383][386] Ia juga menambahkan bahwa para pejuang NIIS dirawat di sejumlah rumah sakit Turki.[386]
Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mengatakan bahwa "tindakan Turki merupakan perlindungan de facto terhadap Negara Islam. ... Kabar ini tidak mengejutkan karena kami punya informasi mengenai kepentingan finansial langsung sejumlah pejabat Turki terkait pasokan produk minyak dari pabrik penyulingan yang dikuasai NIIS.”[392] Mantan Wakil Menteri Bidang Terorisme dan Intelijen Keuangan Amerika Serikat, David Cohen (sekarang Wakil Direktur Central Intelligence Agency), mengatakan bahwa Negara Islam mendapatkan $1 juta per hari dari penjualan minyak saja. Menurut informasi yang didapatnya, "NIIS menjual minyak dengan harga yang didiskon besar-besaran kepada sejumlah distributor, termasuk distributor dari Turki, yang kemudian menyelundupkannya untuk dijual kembali. Tampaknya sebagian minyak dari wilayah operasi NIIS dijual kepada warga Kurdi di Irak dan dijual lagi ke Turki”.[393]
Tanggal 10 Desember 2015, anggota DPR dari Partai Rakyat Republik, Eren Erdem, mengklaim bahwa teroris Negara Islam di Suriah menerima semua material yang diperlukan untuk membuat gas sarin lewat Turki. Pernyataannya didasarkan pada bukti dari kasus pidana yang mendadak ditutup. Penyelidikan selanjutnya mengungkapkan bahwa beberapa warga Turki terlibat dalam perundingan dengan perwakilan NIIS terkait pasokan gas sarin.[394]
Dugaan bantuan Qatar
Negara Qatar sudah lama diduga menjadi perantara arus pendanaan NIIS. Meski tidak ada bukti bahwa pemerintah Qatar terlibat dalam pergerakan uang dari Qatar ke NIIS, negara ini dikritik karena tidak berusaha keras untuk menghambat arus pendanaan. Donatur pribadi di Qatar yang bersimpati terhadap misi kelompok-kelompok radikal, misalnya Front al-Nusra dan NIIS, diyakini mengirimkan dana untuk membantu mereka.[395][396] Menurut Departemen Keuangan Amerika Serikat, sejumlah penyalur dana teroris beroperasi di Qatar. Warga negara Qatar, Abd al Rahman al Nuaymi, berperan sebagai perantara bagi donatur Qatar dan para pemimpin al-Qaeda di Irak (AQI). Nuaymi kabarnya menangani transfer dana senilai US$2 juta per bulan ke AQI dalam satu kurun waktu tertentu. Nuaymi juga merupakan satu dari beberapa penyalur dana al-Qaeda di Qatar yang dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat. Beberapa pejabat Amerika Serikat percaya bahwa pangsa terbesar sumbangan pribadi untuk NIIS dan al-Qaeda justru berasal dari Qatar, bukan Arab Saudi.[397]
Pada bulan Agustus 2014, Menteri Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman Gerd Müller menuduh Qatar memiliki hubungan dengan NIIS. Ia mengatakan, "Anda perlu bertanya siapa yang mempersenjatai dan mendanai pasukan NIIS. Jawaban yang tersedia hanya Qatar". Menteri Luar Negeri Qatar, Khalid bin Mohammad Al Attiyah, membantah pernyataan tersebut: "Qatar tidak mendukung kelompok ekstremis, termasuk [NIIS], dengan cara apapun. Kami dikejutkan oleh pandangan mereka, metode mereka yang kejam, dan ambisi mereka."[398][399][400][401]
Dugaan bantuan Arab Saudi
Meski pemerintah Arab Saudi menolak klaim yang beredar,[358] mantan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki menuduh Arab Saudi mendanai NIIS.[354] Sejumlah media seperti NBC, BBC, dan The New York Times, dan wadah pemikir Washington Institute for Near East Policy menerbitkan laporan terkait sumbangan pribadi dari Arab Saudi ke NIIS dan dukungan Saudi terhadap gerakan Wahhabisme di seluruh dunia, tetapi tidak menemukan bukti bantuan langsung dari pemerintah Saudi terhadap NIIS.[402][403]
Dugaan bantuan Suriah
Semasa Perang Saudara Suriah, walaupun NIIS telah berkali-kali membantai warga sipil Alawiyah dan mengeksekusi tentara Angkatan Darat Suriah Alawiyah,[405][406][407] dan banyak warga Alawiyah mendukung Presiden Bashar al-Assad yang juga Alawiyah,[408] berbagai pihak oposisi dan partai anti-Assad yang menuduh pemerintahan Bashar Assad terlibat kolusi dengan NIIS.[409][410] Kuatnya penolakan NIIS terhadap pemerintah Bashar al-Assad akan menguatkan klaim bahwa pemerintah Suriah sedang diserang oleh "teroris" dan menjadi "rezim sekuler yang melawan al-Qaida dan kelompok jihad fanatik".[411]
Beberapa sumber mengaku bahwa tahanan NIIS secara strategis dibebaskan dari penjara-penjara Suriah pada awal Perang Saudara Suriah tahun 2011.[412] Pemerintah Suriah membeli minyak secara langsung dari NIIS.[413] Pada Maret 2015, laporan Uni Eropa mengungkapkan bahwa pemerintah Suriah dan NIIS bersama-sama mengoperasikan pabrik gas HESCO di Tabqa, Suriah tengah; pabrik ini masih memasok gas ke wilayah yang dikuasai pemerintah, dan pembangkit listrik pemerintah masih memasok listrik ke wilayah NIIS.[414] Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry menyatakan bahwa pemerintah Suriah sengaja menghindari pasukan NIIS untuk melemahkan oposisi moderat seperti Pasukan Suriah Bebas (FSA),[410] sekaligus "sengaja menyerahkan sebagian wilayahnya ke [NIIS] agar NIIS tampak seperti sumber masalah utama sehingga [Assad] bisa beralasan bahwa ia adalah pelindung Suriah dari [NIIS]".[415] Analisis pangkalan data IHS Jane's Terrorism and Insurgency Center mengonfirmasi bahwa sejak 1 Januari hingga 21 November 2014 hanya 6% serangan pasukan pemerintah Suriah yang diarahkan ke NIIS dan hanya 13% serangan NIIS yang diarahkan ke pasukan pemerintah.[404] Koalisi Nasional Pasukan Revolusi dan Oposisi Suriah menyatakan bahwa pemerintah Suriah memiliki agen di dalam NIIS,[416] demikian halnya dengan Ahrar ash-Sham.[417]Anggota ISIL yang ditangkap FSA mengklaim bahwa mereka diperintahkan untuk melancarkan serangan oleh agen pemerintah Suriah.[418]
Pada tanggal 1 Juni 2015, Amerika Serikat menyatakan bahwa pemerintah Suriah "melakukan serangan udara mendukung" laju NIIS terhadap oposisi Suriah di utara Aleppo.[419] Presiden Koalisi Nasional Suriah Khaled Koja menuduh Assad berperan "sebagai angkatan udara [NIIS]".[420] Menteri Pertahanan Koalisi Nasional Suriah Salim Idris menyatakan bahwa kurang lebih 180 pejabat pemerintahan Suriah juga bekerja untuk NIIS dan memimpin serangan kelompok tersebut bersama Angkatan Darat Arab Suriah.[421]
Laporan tanggal 25 Juni 2015 menyatakan bahwa NIIS menyalurkan gas ke pembangkit listrik yang dikuasai pemerintahan Assad. Selain itu, NIIS memasok gandum dari wilayah timur laut yang dikuasai Kurdi ke wilayah yang dikuasai pemerintah dengan pajak 25%.[422]
Pada tanggal 28 Juni 2015, sebuah sumber yang dekat dengan Organisasi Intelijen Nasional mengklaim bahwa pemerintahan Assad dan NIIS sepakat untuk menghancurkan FSA di Suriah utara, melanjutkan perdagangan minyak, membunuh Zahran Alloush, dan menyerahkan Tadmur dan Sukhna. Sumber tersebut mengatakan bahwa beberapa komandan dari kedua belah pihak bertemu di pabrik gas alam di al-Shaddadi, Hasaka, pada tanggal 28 Mei 2015. Bukannya menyepakati gencatan senjata, mereka justru berfokus menghancurkan musuh bersama, yaitu pasukan pemberontak Suriah, khususnya FSA.[423] Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoğlu menuduh NIIS bangkit karena komunitas internasional tidak mampu membendung rezim Assad sehingga menciptakan kekosongan kekuasaan yang kemudian direbut oleh NIIS.[424]
Pelanggaran HAM dan kejahatan perang
Pada Juli 2014, BBC melaporkan bahwa kepala penyelidik PBB menyatakan, "Para pejuang Negara Islam Irak dan Syam (NIIS) akan dimasukkan ke daftar terduga pelaku kejahatan perang di Suriah."[425] Per Juni 2014, menurut laporan PBB, NIIS telah membunuh ratusan tahanan perang[426] dan lebih dari 1.000 warga sipil.
Bulan November 2014, Komisi Penyelidikan Suriah PBB menyatakan bahwa NIIS melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.[427][428] Laporan Human Rights Watch bulan November 2014 menuduh NIIS di Derna, Libya, melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM karena meneror penduduk setempat. Human Rights Watch mendokumentasikan tiga eksekusi di tempat dan sepuluh pelaksanaan hukuman cambuk secara terbuka oleh Dewan Syura Pemuda Islam yang bergabung dengan NIIS bulan November. HRW juga mendokumentasikan pemenggalan tiga penduduk Derna dan pembunuhan puluhan hakim, pejabat publik, anggota pasukan keamanan, dan unsur masyarakat lainnya dengan alasan politik. Sarah Leah Watson, Direktur HRW Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan, "Para komandan [NIIS] harus tahu bahwa mereka akan menghadapi penolakan dalam negeri atau luar negeri atas pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh bawahan mereka."[429]
Mengenai metode NIIS, Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangs menyatakan bahwa kelompok tersebut "berusaha menundukkan warga sipil di bawah kekuasaannya dan mengambil alih segala aspek kehidupan mereka lewat teror, indoktrinasi, dan penyediaan layanan masyarakat bagi penduduk yang mau mematuhi mereka".[430]
Penindasan agama dan kelompok minoritas
NIIS memaksa orang-orang di wilayahnya untuk menjalani hidup sesuai hukum syariah versi NIIS.[431][432] Ada banyak laporan mengenai penggunaan ancaman hukuman mati, penyiksaan, dan mutilasi untuk memaksa perpindahan agama ke Islam,[431][432] dan pembunuhan sejumlah ulama karena menolak berbaiat kepada Negara Islam.[433] NIIS menargetkan tindakan kekerasannya terhadap Muslim Syiah, Alawi, Asiria, Kaldea, Suriah, dan Kristen Armenia, Yazidi, Druze, Shabak, dan Mandea.[434]
Para pejuang NIIS menargetkan sekte minoritas Alawi di SUriah.[405][408] Negara Islam dan kelompok-kelompok jihadis lainnya kabarnya memimpin serangan terhadap desa-desa Alawi di Kegubernuran Latakia, Suriah, bulan Agustus 2013.[406][435]
Amnesty International menyatakan bahwa NIIS bertanggung jawab atas pembersihan etnis terhadap etnis dan kelompok minoritas agama tertentu di Irak utara dalam "skala yang belum pernah terjadi sebelumnya". Aksi mereka membuat kaum minoritas "terancam terhapus dari peta Irak". Dalam laporan khusus yang dirilis tanggal 2 September 2014, NIIS "secara sistematis menargetkan permukiman Muslim non-Arab dan non-Sunni, membunuh atau menculik ratusan, mungkin ribuan, orang dan memaksa lebih dari 830.000 orang mengungsi dari wilayah yang didudukinya sejak 10 Juni 2014". Di antara orang-orang tersebut terdapat kaum Kristen Asiria, Syiah Turkmen, Syiah Shabak, Yazidi, Kaka'i, dan Mandea Sabea yang sudah hidup bersama selama berabad-abad di Provinsi Nineveh, sebagian besar wilayahnya diduduki oleh NIIS.[436][437]
Beberapa kasus pembunuhan warga sipil dari kalangan agama dan etnis minoritas oleh NIIS terjadi di desa dan kota Quiniyeh (70–90 orang Yazidi tewas), Hardan (60 orang Yazidi tewas), Sinjar (500–2.000 orang Yazidi tewas), Ramadi Jabal (60–70 orang Yazidi tewas), Dhola (50 orang Yazidi tewas), Khana Sor (100 orang Yazidi tewas), Hardan (250–300 orang Yazidi tewas), al-Shimal (puluhan orang Yazidi tewas), Khocho (400 orang Yazidi tewas dan 1.000 diculik), Jadala (14 orang Yazidi tewas),[438] dan Beshir (700 orang Turkmen Syiah tewas).[439] Kasus pembunuhan lainnya terjadi di dekat Mosul (670 tahanan Syiah di penjara Badush tewas)[439] dan penjara Tal Afar, Irak (200 orang Yazidi tewas karena menolak pindah agama).[438] PBB memperkirakan bahwa 5.000 etnis Yazidi dibunuh oleh NIIS saat sebagian wilayah Irak utara dicaplok kelompok tersebut bulan Agustus 2014.[440]Pada akhir Mei 2014, 150 anak laki-laki Kurdi dari Kobani berusia 14–16 tahun diculik dan disiksa, menurut laporan Human Rights Watch.[441] Di kota Ghraneij, Abu Haman, dan Kashkiyeh, 700 anggota suku Al-Shaitat yang beraliran Sunni dibunuh karena merencanakan pemberontakan terhadap NIIS.[442][443] PBB melaporkan bahwa pada bulan Juni 2014, NIIS telah membunuh puluhan ulama Islam Sunni yang menolak berbaiat kepada kelompok tersebut.[433]
Umat Kristen yang ingin tetap tinggal di wilayah pendudukan NIIS diberi tiga pilihan: pindah agama ke Islam, membayar jizyah, atau dibunuh.[444][445] Sesuai pernyataan NIIS, "Kami menawarkan mereka tiga pilihan: Islam; kontrak dzimmi yang mencakup pembayaran pajak jizyah; bila menolak, jalan keluarnya hanyalah pedang."[446] NIIS telah menerapkan aturan serupa bagi umat Kristen di Raqqa, kota yang dulunya sangat liberal di Suriah.[447][448]
Pada tanggal 23 Februari 2015, menanggapi serangan besar-besaran Kurdi di Kegubernuran Al-Hasakah, NIIS menculik 150 orang Kristen Asiria dari pedesaan dekat Tal Tamr (Tell Tamer) di Suriah timur laut setelah melancarkan serangan di kawasan tersebut.[449][450]
Kampanye NIIS di permukiman Kurdi Dan Yazidi di Irak dan Suriah diduga merupakan bagian dari rencana Arabisasi yang terorganisasi. Misalnya, seorang pejabat Kurdi di Kurdistan Irak mengklaim bahwa kampanye NIIS di Sinjar merupakan bagian dari program Arabisasi.[451]
Perlakuan warga sipil
Semasa konflik Irak tahun 2014, NIIS merilis puluhan video yang menampilkan perlakuan buruk terhadap warga sipil. Banyak di antaranya yang menjadi target atas dasar agama atau etnis. Navi Pillay, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, memperingatkan soal kejahatan perang di zona perang Irak. Ia juga merilis laporan PBB mengenai pembunuhan tentara Irak dan 17 warga sipil di satu jalan raya Mosul oleh militan NIIS. PBB melaporkan bahwa dalam kurun 17 hari sejak 5 Juni sampai 22 Juni, NIIS telah membunuh lebih dari 1.000 warga sipil Irak dan menceerai lebih dari 1.000 orang.[452][453][454] Setelah NIIS merilis foto para pejuangnya menembaki beberapa pemuda, PBB menyatakan bahwa "eksekusi" berdarah dingin oleh militan di Irak utara sudah bisa digolongkan sebagai kejahatan perang.[455]
Laju NIIS di Irak pada pertengahan 2014 diiringi oleh berlanjutnya kekerasan di Suriah. Tanggal 29 Mei, NIIS menyerbu sebauh desa di Suriah dan 15 warga sipil di sana dibunuh, termasuk sedikitnya enam anak, menurut Human Rights Watch.[456] Sebuah rumah sakit di kawasan tersebut menerima 15 jenazah pada hari yang sama.[457] Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa pada tanggal 1 Juni, seorang pria berusia 102 tahun dibunuh bersama keluarganya di sebuah desa di Kegubernuran Hama.[458] Menurut Reuters, 1.878 orang dibunuh oleh NIIS di Suriah sepanjang paruh akhir 2014, kebanyakan di antaranya merupakan warga sipil.[459]
Di Mosul, NIIS memperkenalkan kurikulum syariah yang melarang pelajaran kesenian, musik, sejarah nasional, sastra, dan Kristen. Meski teori evolusi Charles Darwin tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah Irak, pelajaran tersebut dihapus dari kurikulum sekolah. Lagu-lagu patriotik dinyatakan sebagai bentuk pengkhianatan, dan foto-foto tertentu dihapus dari buku teks sekolah.[460][461][462][463] Banyak orang tua di Irak yang memboikot sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum baru.[464]
Setelah merebut kota di Irak, NIIS mengeluarkan panduan memakai pakaian dan cadar. NIIS memerintahkan agar perempuan di Mosul mengenakan cadar yang menutup muka atau menghadapi hukuman berat.[465] Seorang ulama memberitahu Reuters di Mosul bahwa NIIS menyuruhnya untuk membacakan peraturan tersebut di hadapan jamaah masjidnya. NIIS memerintahkan agar wajah manekin pria dan wanita ditutup dan melarang penggunaan manekin telanjang.[466] Di Al-Raqqah, NIIS memanfaatkan dua batalyon pejuang perempuan di kota tersebut untuk menegakkan peraturan terkait tindak perilaku perempuan.[467]
NIIS merilis 16 catatan berjudul "Kontrak Kota", serangkaian peraturan untuk warga sipil di Nineveh. Salah satu aturan tersebut menyatakan bahwa perempuan harus diam di dalam rumah dan tidak keluar rumah kecuali mendesak. Peraturan lainnya menyatakan bahwa segala bentuk pencurian akan diganjar hukuman potong tangan.[257][468] Selain melarang menjual dan mengonsumsi alkohol, NIIS juga melarang penjualan dan konsumsi rokok dan shisha. NIIS juga melarang "musik dan lagu di mobil, pesta, toko, dan ruang terbuka, serta pajangan bergambar manusia di jendela toko".[469]
Menurut The Economist, praktik yang diterapkan pemerintah Arab Saudi juga ditiru oleh NIIS. Contohnya, NIIS membentuk kepolisian agama untuk mencegah "tindak kejahatan" dan mewajibkan salat berjamaah, penerapan hukuman mati secara luas, dan penghancuran gereja Kristen dan masjid non-Sunni atau pengalihgunaan bangunan tersebut.[169]
NIIS melakukan eksekusi terhadap pria dan wanita yang diduga melanggar hukum dan terbukti melakukan kejahatan terhadap Islam seperti homoseksualitas, perselingkuhan, menonton pornografi, memakai dan memiliki barang selundupan, pemerkosaan, penistaan agama, sihir,[470] murtad dari Islam, dan pembunuhan. Sebelum tersangka dieksekusi, tuduhan dibacakan di hadapan tersangka dan penonton eksekusi. Eksekusi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk dilempari batu sampai mati, disalib, dipenggal, dibakar hidup-hidup, dan dilempar dari bangunan tinggi.[471][472][473][474]
Tentara anak
Menurut laporan majalah Foreign Policy, anak-anak berusia enam tahun direkrut atau diculik dan dikirim ke kamp pelatihan militer dan agama. Di sana mereka berlatih memenggal kepala boneka dan didoktrin tentang pandangan agama NIIS. Anak-anak dijadikan tameng manusia di garis depan dan sumber transfusi darah bagi tentara Negara Islam, menurut Shelly Whitman dari Roméo Dallaire Child Soldiers Initiative. Episode kedua dokumenter Vice News tentang NIIS berfokus pada bagaimana kelompok ini mempersiapkan anak-anak untuk pertempuran masa depan. Seorang juru bicara memberitahu Vice News bahwa anak-anak di bawah usia 15 tahun dikirim ke kamp syariah untuk mempelajari agama Islam, sedangkan anak-anak di atas 16 tahun dikirim ke kamp pelatihan militer. Anak-anak juga digunakan sebagai bahan propaganda. Menurut laporan PBB, "Pada pertengahan Agustus, NIIS memasuki rumah sakit kanker di Mosul, memaksa sedikitnya dua pasien anak memegang bendera NIIS dan mengepos fotonya di Internet." Misty Buswell, perwakilan Save the Children yang menangani pengungsi di Yordania, mengatakan, "Perkiraan bahwa kita akan kehilangan satu generasi anak-anak akibat trauma itu tidak dilebih-lebihkan."[475]
Kekerasan dan perbudakan seksual
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh NIIS mencakup: pemerkosaan sebagai senjata perang;[476] nikah paksa bagi para pejuangnya;[477] dan perdagangan perempuan sebagai budak seks.[478]
Ada banyak laporan pelecehan dan perbudakan seks terhadap perempuan di wilayah kekuasaan NIIS, khususnya dari kalangan minoritas Kristen dan Yazidi.[479][480] Para pejuang diberitahu bahwa mereka bebas berhubungan seks atau memerkosa tahanan perempuan non-Muslim.[481] Haleh Esfandiari dari Woodrow Wilson International Center for Scholarsmenyoroti pelecehan perempuan lokal oleh militan NIIS setelah mereka merebut suatu wilayah. Katanya, "Mereka biasanya membawa perempuan yang agak tua ke pasar budak dan menjualnya. Perempuan yang lebih muda ... diperkosa atau dinikahi dengan para pejuang". Ia menambahkan, "Sistem ini didasarkan pada pernikahan sementara. Setelah para pejuang ini berhubungan seks dengan gadis-gadis tersebut, mereka digilir ke pejuang lainnya."[482]
Penaklukan kota-kota di Irak oleh NIIS bulan Juni 2014 diiringi oleh naiknya jumlah kejahatan terhadap wanita, termasuk penculikan dan pemerkosaan.[483][484][485] Menurut Martin Williams di The Citizen, sejumlah penganut Salafi garis keras tampaknya menganggap seks luar nikah dengan beberapa orang sebagai bentuk perang suci yang sah dan "sulit sekali mengaitkan hal ini dengan agama yang mewajibkan wanita untuk menutup tubuhnya dari rambut sampai kaki dengan sedikit celah di bagian mata".[486]
Per Agustus 2015, perdagangan budak seks tampaknya masih melibatkan perempuan Yazidi saja.[478] Perbudakan seks kabarnya dijadikan teknik perekrutan untuk menarik para lelaki dari komunitas Muslim konservatif yang melarang pacaran dan seks luar nikah.[478] Nazand Begikhani mengatakan, "Para wanita [Yazidi] diperlakukan layaknya ternak ... Mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual, termasuk pemerkosaan sistematis dan perbudakan seks. Mereka pernah diperjualbelikan di pasar [budak] di Mosul dan Raqqa, Suriah, dengan label harga masing-masing."[487] Menurut laporan PBB< daftar harga budak seks NI berkisar antara 40 sampai 160 dolar Amerika Serikat. Semakin muda budaknya, semakin mahal harganya. Anak perempuan dan laki-laki berusia 1–9 tahun dianggap yang paling mahal. Harga termurah diberikan kepada perempuan berusia antara 40 sampai 50 tahun.[488] Menurut sumber lainnya, harga seorang budak setara dengan harga satu senapan AK-47.[489]
Laporan PBB yang dirilis tanggal 2 Oktober 2014 berdasarkan wawancara dengan 500 saksi mata menyatakan bahwa NIIS menculik 450–500 perempuan ke kawasan Nineveh, Irak, pada bulan Agustus. Dari situ, "150 perempuan yang belum menikah, kebanyakan dari kalangan Yazidi dan Kristen, kabarnya dipindahkan ke Suriah, lalu dihadiahkan kepada pejuang NIIS atau dijual sebagai budak seks".[480] Pada pertengahan Oktober, PBB membenarkan bahwa 5.000–7.000 perempuan Yazidi diculik oleh NIIS dan dijual sebagai budak.[440][490] Bulan November 2014, The New York Times menerbitkan laporan penangkapan dan penyiksaan berdasarkan kesaksian lima orang yang kabur dari NIIS.[491] Bulan Desember 2014, Kementerian Hak Asasi Manusia Irak mengumumkan bahwa NIIS telah membunuh lebih dari 150 perempuan di Fallujah yang menolak terlibat dalam jihad seks.[492][493] Perempuan non-Muslim kabarnya dinikahkan dengan para pejuang tanpa seizin mereka. NIIS mengklaim bahwa perempuan menyediakan mualaf baru dan anak-anak yang diperlukan untuk memperluas wilayah kendali NIIS.[494]
Tidak lama setelah kematian sandera asal Amerika Serikat, Kayla Mueller, dikonfirmasi tanggal 10 Februari 2015,[495] sejumlah media melaporkan bahwa komunitas intelijen Amerika Serikat yakin bahwa ia diperistri oleh seorang pejuang NIIS.[496][497][498] Pada Agustus 2015, muncul pernyataan resmi bahwa Mueller dipaksa menikah[499] dengan Abu Bakr al-Baghdadi yang memerkosanya berkali-kali.[500][501][502][503][504][505][506] Keluarga Mueller diberitahu oleh Federal Bureau of Investigation (FBI) bahwa Abu Bakr al-Baghdadi telah melakukan pelecehan seks terhadap Mueller dan menyiksanya.[505] Istri Abu Sayyaf, Umm Sayyaf, membenarkan bahwa suaminya merupakan pelaku utama penyiksaan Mueller.[507]
Dalam majalah digital Dabiq, NIIS secara eksplisit mengesahkan perbudakan perempuan Yazidi dengan dasar agama.[508][509][510] Menurut The Wall Street Journal, NIIS mengacu pada kepercayaan kiamat dan mencari "pembenaran [dari] sebuah hadits tafsiran mereka yang menyebut kebangkitan perbudakan sebagai awal dari akhir dunia".[511] NIIS merujuk pada hadits dan Quran saat mengklaim hak memperbudak dan memerkosa tahanan wanita non-Muslim.[508][512][513] Menurut Dabiq, "memperbudak keluarga kuffar dan menjadikan perempuan di dalamnya sebagai selir adalah bagian resmi dari syariah; bila seseorang membantah atau memperoloknya, ia dianggap membantah atau memperolok ayat-ayat Quran dan perkataan Nabi ... dan lantas murtad dari Islam." Perempuan Yazidi yang diculik dibagi-bagikan ke para pejuang yang menculiknya; seperlima dari jumlah yang didapat diambil sebagai pajak.[513][514] NIIS dihujani kritik dari para cendekiawan Muslim dan tokoh lainnya di negara-negara Islam karena memanfaatkan ayat Quran untuk mengambil keputusan sendiri alih-alih mempertimbangkan seisi Quran dan hadits.[508][512][513] Menurut Mona Siddiqui, "tafsir [NIIS] mungkin saja beralasan jihad dan 'berjuang di jalan Allah', tetapi tafsir tersebut setara dengan menghancurkan semua dan siapapun yang tidak sepakat dengan mereka"; ia menyebut NIIS mencerminkan "campuran mematikan antara kekerasan dan kekuasaan seks" dan "pandangan keperkasaan yang sangat melenceng".[494] Dabiq menyebut "perbudakan besar-besaran" non-Muslim ini terjadi "mungkin untuk pertama kalinya sejak hukum syariah ditinggalkan".[513][514]
Pada akhir 2014, NIIS merilis selebaran yang berfokus pada perlakuan budak perempuan.[515][516] Selebaran tersebut mengklaim bahwa Quran mengizinkan para pejuang NIIS berhubungan seks dengan tahanan, termasuk anak kecil, dan memukul budak sebagai bentuk hukuman disiplin. Selebaran tersebut juga mengizinkan pejuang NIIS memperdagangkan budak, termasuk untuk keperluan seks, asalkan mereka tidak dihamili oleh pemiliknya.[515][516][517] Charlie Winter, peneliti wadah pemikir kontra-ekstremis Quilliam, menyebut selebaran tersebut "menjijikkan".[517][518] Menanggapi dokumen tersebut, Abbas Barzegar, dosen agama Georgia State University, mengatakan bahwa Muslim di seluruh dunia menganggap "penafsiran Islam [versi NIIS] mengerikan dan menjijikkan".[519] Para pemimpin dan cendekiawan Muslim di seluruh dunia menolak keabsahan klaim NIIS. Mereka mengaku bahwa perbudakan bukan tindakan yang Islami dan mereka diwajibkan melindungi "ahli kitab", termasuk umat Kristen, Yahudi, Muslim, dan Yazidi. Mereka juga mencap fatwa NIIS tidak sah karena tidak ada kewenangan agama dan tidak konsisten dengan ajaran Islam.[520][521]
The Independent melaporkan pada tahun 2015 bahwa penggunaan budak seks Yazidi menciptakan perpecahan di kalangan pejuang NIIS. Sajad Jiyad, peneliti dan anggota Iraqi Institute for Economic Reform, memberitahu surat kabar tersebut bahwa banyak pendukung dan pejuang NIIS yang membantah perdagangan perempuan Yazidi sebelum Dabiqmenerbitkan artikel yang membenarkan praktik tersebut.[522][523] The New York Times menulis pada Agustus 2015 bahwa "pemberontakan sistematis perempuan dari kalangan minoritas Yazidi sangat tertanam dalam organisasi ini dan teologi radikal Negara Islam satu tahun setelah kelompok tersebut mengumumkan akan meresmikan kembali perbudakan."[478] Artikel tersebut mengklaim bahwa NIIS tidak hanya membangkitkan perbudakan, melainkan juga menyucikannya. Artikel ini memaparkan kesaksian para korban yang berhasil kabur. Seorang korban berusia 15 tahun mengatakan bahwa ketika ia dilecehkan, pemerkosanya "terus mengatakan kepada[nya] bahwa ini merupakan ibadah"; seorang korban berusia 12 tahun mengatakan bahwa pemerkosanya mengaku, "dengan memerkosa[nya], ia merasa lebih dekat dengan Tuhan";[478] dan seorang tahanan dewasa mengatakan bahwa ia sempat menanyakan penculiknya tentang memerkosa anak berusia 12 tahun berkali-kali dan dijawab, "Bukan. Ia bukan anak kecil. Ia adalah budak dan ia tahu cara berhubungan seks dan berhubungan seks dengannya adalah tindakan yang dipuji Tuhan."[478]
Serangan terhadap wartawan
Committee to Protect Journalists menyatakan: "Tanpa pers bebas, hak asasi manusia lainnya tak dapat diperjuangkan."[524] NIIS telah menyiksa dan membunuh wartawan lokal.[525][526] Reporters Without Borders menyebut aksi tersebut menciptakan "lubang hitam berita" di daerah-daerah yang diduduki NIIS. Para pejuang NIIS kabarnya diberi perintah tertulis untuk membunuh atau menangkap wartawan.[527]
Bulan Desember 2013, dua pengebom bunuh diri menyerbu markas TV Salaheddin dan membunuh lima wartawan karena stasiun tersebut dianggap "memberi citra buruk bagi masyarakat Sunni Irak". Reporters Without Borders melaporkan bahwa pada tanggal 7 September 2014, NIIS menculik Raad al-Azzawi, kamerawan TV Salaheddin, dari desa Samra, sebelah timur Tikrit; al-Azzawi dipenggal secara terbuka tanggal 11 Oktober.[528] Per Oktober 2014, menurut Journalistic Freedoms Observatory, NIIS menahan sembilan wartawan dan mengintai sembilan lainnya di Mosul dan provinsi Salahuddin.[527]
Sepanjang tahun 2013 dan 2014, sebuah satuan NIIS bernama the Beatles menculik dan menyandera 12 wartawan Barat beserta pekerja sosial dan sandera asing lainnya. Jumlah sandera diketahui mencapai 23 atau 24 orang. Wartawan Polandia Marcin Suder diculik bulan Juli 2013, namun kabur empat bulan kemudian.[529] Satuan tersebut mengeksekusi wartawan Amerika Serikat, James Foley dan Steven Sotloff, dan merilis video pemenggalannya. Delapan wartawan lain dibebaskan setelah tebusannya dibayar: wartawan Denmark Daniel Rye Ottosen; wartawan Perancis Didier François, Edouard Elias, Nicolas Hénin, dan Pierre Torres; dan wartawan Spanyol Marc Marginedas, Javier Espinosa, dan Ricardo García Vilanova. Satuan ini masih menyandera wartawan Britania John Cantlie dan seorang pekerja sosial wanita.[530]
Grup keamanan siber Citizen Lab merilis laporan bahwa mereka menemukan potensi hubungan antara NIIS dan serangan digital terhadap grup media warga Suriah Raqqa Is Being Slaughtered Silently (RSS). Para pendukung grup media tersebut menerima surel tautan yang mengarah ke foto serangan udara. Tautan tersebut justru menanamkan malware ke komputer pengguna yang mengirimkan rincian alamat IP dan sistem komputer pengguna setiap kali komputer dinyalakan ulang. Informasi tersebut cukup bagi NIIS untuk melacak pendukung RSS. Menurut laporan tersebut, "[RSS] menjadi target penculikan, serbuan rumah, dan sedikitnya satu dugaan pembunuhan terencana. ... Saat laporan ini ditulis, NIIS diduga sedang menyandera beberapa wartawan warga di Raqqa".[531]
Tanggal 8 Januari 2015, anggota NIIS di Libya mengklaim telah mengeksekusi wartawan Tunisia, Sofiene Chourabi dan Nadhir Ktari, yang menghilang bulan September 2014.[532]Pada bulan itu juga, wartawan Jepang Kenji Goto diculik dan dipenggal setelah tebusan senilai $200 juta tidak dibayarkan.[533]
Pemenggalan dan eksekusi massal
Banyak warga Suriah dan Irak, beberapa tentara Lebanon, sedikitnya sepuluh warga Kurdi, dua wartawan Amerika Serikat, satu pekerja bantuan Amerika Serikat dan dua dari Britania Raya, dan tiga warga Libya dipenggal oleh Negara Islam Irak dan Syam.[butuh rujukan] NIIS menggunakan pemenggalan untuk mengintimidasi penduduk setempat dan merilis sejumlah video propaganda yang ditujukan kepada negara-negara Barat.[534] Mereka juga melakukan eksekusi terbuka tentara dan warga sipil Suriah dan Irak secara massal,[408] kadang memaksa tahanan untuk menggali kuburannya sendiri sebelum menembaki barisan tahanan dan mendorong para tahanan ke dalam.[535][536] NIIS kabarnya memenggal sekitar 100 pejuang asing yang berusaha desersi dan kabur dari Raqqa.[537]
Penggunaan senjata kimia
Warga Kurdi di Irak utara kabarnya diserang oleh NIIS dengan senjata kimia pada Agustus 2015.[538] NIIS diduga kuat melepaskan gas klorin di Kobani. Senjata kimia tersebut mungkin berasal dari tempat penyimpanan snejata kimia di Al-Muthanna yang berisi 2.500 roket kimia. Meski kandungan kimia roketnya sudah kurang ampuh, NIIS mungkin menggunakannya secara terpusat.[539]
Penghancuran warisan budaya dan agama
Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova memperingatkan bahwa NIIS sedang menghancurkan warisan budaya Irak lewat operasi pembersihan budaya. "Kita tidak punya banyak waktu karena para ekstremis hendak melenyapkan identitas, karena mereka tahu bahwa apabila identitas tidak ada, hilang pula ingatan, hilang pula sejarah", katanya. Mengacu pada kebudayaan kuno umat Kristen, Yazidi, dan kaum minoritas lain, ia mengatakan, "Ada cara untuk menghancurkan identitas. Hilangkan saja budaya mereka, hilangkan sejarah mereka, warisan mereka, dan itu sebabnya tindakan ini setara dengan genosida. Selain penindasan fisik, mereka hendak melenyapkan – menghapus – ingatan akan keragaman budaya ini. ... Menurut kami, tindakan ini mengejutkan dan tidak dapat diterima."[540] Saad Eskander, kepala Arsip Nasional Irak, mengatakan, "Untuk pertama kalinya umat manusia mengalami pembersihan budaya. ... Bagi kaum Yazidi, agama itu dari mulut ke mulut, tidak ada yang ditulis. Dengan menghancurkan tempat ibadah mereka ... Anda membunuh ingatan budaya. Sama halnya dengan umat Kristen - ini memang suatu ancaman yang tak dapat dibayangkan."[541]
Untuk mendanai aktivitasnya, NIIS mencuri artefak dari Suriah[542] dan Irak dan menjualnya ke Eropa. NIIS diperkirakan meraup US$200 juta per tahun lewat penjarahan budaya saja. UNESCO meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengendalikan penjualan barang antik sama seperti yang pernah dilakukan DK PBB setelah Perang Irak 2003. UNESCO bekerja sama dengan Interpol, otoritas bea cukai nasional, museum, dan rumah lelang besar untuk mencegah penjualan barang jarahan.[541] ISIL menduduki Museum Mosul, museum terpenting kedua di Irak, menjelang pembukaannya kembali setelah direnovasi bertahun-tahun pasca-Perang Irak. NIIS menyatakan bahwa patung-patung di dalamnya berlawanan dengan ajaran Islam dan mengancam menghancurkan isi museum tersebut.[543][544]
NIIS menganggap berdoa di kuburan sebagai tindakan syirik dan berupaya menyucikan kaum kafir. NIIS menggunakan alat berat untuk menghancurkan berbagai bangunan dan situs arkeologi.[544] Bernard Haykel menyebut tindakan al-Baghdadi sebagai "Wahhabismeyang belum jinak". Ia mengatakan, "Bagi Al Qaeda, kekerasan adalah cara mencapai tujuan; bagi NIIS, [kekerasan] adalah tujuan itu sendiri".[12] Penghancuran makam dan tempat suci nabi Yunus, masjid Imam Yahya Abu al-Qassimin abad ke-13, tempat suci nabi Jerjis abad ke-14, dan upaya penghancuran menara Hadba di Masjid Agung Al-Nuri abad ke-12 pada bulan Juli 2014 dijuluki sebagai "tindakan Wahhabisme ekstrem yang tidak dicegah".[545] "Ada serangakain ledakan yang menghancurkan bangunan zaman Asiria", kata direktur Museum Nasional Irak, Qais Rasyid, mengacu pada penghancuran tempat suci Yunus. Ia menyebut kasus lain ketika "Daesh (NIIS) mengumpulkan lebih dari 1.500 manuskrip dari kuil dan tempat suci lainnya dan membakarnya di alun-alun kota".[546]Pada Maret 2015, NIIS kabarnya menghancurkan kota Nimrud yang dibangun pada zaman Asiria abad ke-13 SM dengan alasan syirik. Direktur Jenderal UNESCO menganggap tindakan tersebut sebagai kejahatan perang.[547]
Klasifikasi
Status organisasi teroris
Organisasi | Tanggal | Lembaga | Referensi |
---|---|---|---|
Organisasi multinasional | |||
Perserikatan Bangsa-Bangsa | 18 Oktober 2004 (dengan nama al-Qaeda di Irak) 30 Mei 2013 (setelah berpisah dari al‑Qaeda) | Dewan Keamanan PBB | [548][549][550] |
Uni Eropa | 2004 | Dewan UE (melalui penerapan Daftar Sanksi al-Qaeda PBB) | [551] |
Negara | |||
Britania Raya | Maret 2001 (bagian dari al-Qaeda) 20 Juni 2014 (setelah berpisah dari al‑Qaeda) | Kementerian Dalam Negeri Britania | [552] |
Amerika Serikat | 17 Desember 2004 (dengan nama al-Qaeda di Irak) | Departemen Luar Negeri Amerika Serikat | [553] |
Australia | 2 Maret 2005 (dengan nama al-Qaeda di Irak) 14 December 2013 (setelah berpisah dari al‑Qaeda) | Jaksa Umum Australia | [554] |
Kanada | 20 Agustus 2012 | Parlemen Kanada | [555] |
Turki | 30 Oktober 2013 | Majelis Nasional Besar Turki | [556][557] |
Arab Saudi | 7 Maret 2014 | Dekret Raja Arab Saudi | [558] |
Indonesia | 1 Agustus 2014 | Badan Nasional Penanggulangan Terorisme | [559] |
Uni Emirat Arab | 20 Agustus 2014 | Kabinet Uni Emirat Arab | [560] |
Malaysia | 24 September 2014 | Kementerian Luar Negeri | [561] |
Mesir | 30 November 2014 | Pengadilan Urusan Mendesak Kairo | [562][563] |
India | 16 Desember 2014 | Kementerian Dalam Negeri | [564][565] |
Russia | 29 Desember 2014 | Mahkamah Agung Rusia | [566] |
Kirgizstan | 25 Maret 2015 | Komite Keamanan Nasional Kirgizstan | [567] |
Suriah | [568] | ||
Yordania | [569] | ||
Pakistan | 29 Agustus 2015 | Kementerian Dalam Negeri | [570] |
Resolusi 1267 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (1999) mencantumkan Osama bin Laden dan rekan sejawatnya di al-Qaeda sebagai operator jaringan kamp pelatihan teroris.[571] Komite Sanksi Al-Qaida PBB pertama kali memasukkan NIIS ke daftar sanksinya dengan nama "Al-Qaida in Iraq" tanggal 18 Oktober 2004 sebagai badan/kelompok yang berkaitan dengan al-Qaeda. Pada tanggal 2 Juni 2014, kelompok ini terdaftar dengan nama "Islamic State in Iraq and the Levant". Uni Eropa mengadopsi daftar sanksi PBB pada tahun 2002.[551]
Banyak pemimpin dunia dan juru bicara pemerintahan yang mencap NIIS sebagai kelompok teroris atau melarang pendiriannya tanpa menetapkannya sebagai organisasi teroris resmi.
Pemerintah Jerman melarang NIIS pada bulan September 2014. Aktivitas yang dilarang meliputi sumbangan dana, perekrutan anggota, pertemuan NIIS dan penyebaran propaganda, pengibaran bendera dan simbol NIIS, dan segala aktivitas NIIS. Menurut politikus Jerman Thomas de Maizière, "organisasi teror Negara Islam adalah ancaman terhadap keamanan masyarakat di Jerman. ... Larangan tersebut ditujukan kepada teroris yang memanfaatkan agama untuk meraih tujuan kejahatannya." Larangan tersebut tidak berarti NIIS telah ditetapkan sebagai organisasi teroris asing di Jerman karena penetapan semacam itu memerlukan keputusan pengadilan.[572]
Pada bulan Oktober 2014, Swiss melarang aktivitas NIIS di negara tersebut, termasuk propaganda dan bantuan keuangan untuk para pejuang, dengan ancaman kurungan penjara.[573]
Pada pertengahan Desember 2014, India melarang NIIS setelah menangkap operator akun Twitter pro-NIIS.[574]
Pakistan menetapkan NIIS sebagai organisasi terlarang pada akhir Agustus 2015. Semua elemen yang menyatakan simpatinya terhadap keloompok tersebut akan masuk daftar hitam dan dijatuhi sanksi.[570]
Sumber media di seluruh dunia telah menetapkan NIIS sebagai organisasi teroris.[28][103][306][348][431][559]
Kelompok teroris, milisi, atau penguasa wilayah
Pada tahun 2014, NIIS cenderung dipandang sebagai milisi alih-alih kelompok teroris.[575] Ketika kota-kota besar di Irak jatuh ke tangan NIIS bulan Juni 2014, Jessica Lewis, mantan pejabat intelijen Angkatan Darat A.S. di Institute for the Study of War, menjelaskan bahwa NIIS
bukan persoalan teroris lagi, [melainkan] pasukan militer yang bergerak di Irak dan Suriah, dan mereka menguasai sebuah wilayah. Mereka memiliki pemerintahan bayangan di dan sekitar Baghdad, dan mereka punya tujuan untuk berkuasa. Saya kurang tahu apakah mereka ingin menguasai Baghdad atau menghancurkan fungsi negara Irak. Namun demikian, semua ini akan sangat merugikan bagi Irak.[575]
Lewis menyebut NIIS
sebuah kepemimpinan militer yang maju. Mereka memiliki komando dan kendali yang luar biasa serta mekanisme pelaporan canggih dari lapangan yang dapat menyampaikan taktik dan perintah ke atas dan bawah struktur organisasi. Mereka memiliki arus dana yang baik,dan mereka punya tenaga manusia yang besar, tidak hanya pejuang asing, tetapi juga tahanan yang kabur.[575]
Meski sejumlah pejabat khawatir NIIS akan memicu serangan di Amerika Serikat lewat simpatisan atau veteran NIIS, badan intelijen A.S. tidak menemukan rencana atau ancaman tertentu. Mantan Menteri Pertahanan A.S. Chuck Hagel melihat "ancaman mendesak terhadap segala kepentingan kita," tetapi mantan penasihat kontra-terorisme Daniel Benjaminmenyebut pernyataan penuh peringatan semacam itu "omong kosong" yang membuat masyarakat panik.[576]
Mantan Menteri Luar Negeri Britania Raya David Miliband mengakui bahwa invasi Irak 2003 memicu terbentuknya NIIS.[577]
Sejumlah komentator berita seperti kolumnis harian internasional Gwynne Dyer,[578] dan sampel opini publik Amerika Serikat seperti survei NPR,[579] mendukung tanggapan kuat namun teratur terhadap tindakan provokasi NIIS. Di The Guardian, Pankaj Mishra menolak pandangan bahwa kelompok ini merupakan kebangkitan Islam abad pertengahan dan menyatakan bahwa
Sebenarnya, NIIS adalah pelaku yang paling cerdik dalam tatanan ketidakpuasan internasional: pelaku yang paling pintar memanfaatkan situasi di antara semua pelaku yang menawarkan keamanan identitas bersama kepada orang-orang yang terisolasi dan penuh ketakutan. Bersama para pelaku yang menjual keunggulan ras, bangsa, dan agama, NIIS merupakan jalan untuk menumpahkan kegelisahan dan frustrasi kehidupan pribadi dalam bentuk tindakan kekerasan global.[580]
Kritik dan kontroversi
Kritik dari kalangan Muslim
Ekstremisme Islam sudah ada sejak abad ke-7 di kalangan kaum Khariji. Dari posisi politiknya, mereka mengembangkan doktrin ekstrem yang membedakan golongannya dengan golongan Muslim Sunni dan Syi'ah. Kaum Khariji dikenal karena mengadopsi pendekatan radikal terhadap konsep takfir; mereka menyatakan bahwa Muslim selain mereka adalah kafir dan layak dibunuh.[581][582][583]
NIIS dihujani banyak kritik dari sesama Muslim, khususnya alim ulama dan teolog. Pada akhir Agustus 2014, Mufti Agung Arab Saudi, Abdul-Aziz ibn Abdullah Al ash-Sheikh, mengutuk Negara Islam dan al-Qaeda dengan menyatakan, "Ide dan terorisme ekstremis dan militan yang menyebarkan kerusakan di muka Bumi [dan] menghancurkan peradaban manusia bukan bagian dari Islam, melainkan musuh Islam nomor satu, dan Muslim adalah korban pertama mereka".[584] Pada akhir September 2014, 126 imam Sunni dan ulama Islam—terutama Sufi[585]—dari seluruh dunia menandatangani surat terbuka kepada pemimpin Negara Islam, al-Baghdadi, yang isinya menolak dan membantah penafsiran teks-teks Islam, Quran dan hadits, versi NIIS yang dimanfaatkan untuk membenarkan segala tindakannya.[521][586] Menurut surat tersebut, "[NIIS] memelintirkan Islam menjadi agama kekerasan, kebrutalan, penyiksaan, dan pembunuhan ... ini melenceng sekali dan merupakan pelanggaran terhadap Islam, Muslim, dan seluruh dunia."[520] Surat tersebut menegur Negara Islam karena membunuh tahanan, dan menyatakan pembunuhan tersebut adalah "kejahatan perang yang hina" dan penindasan kaum Yazidi di Irak "sangat terkutuk". Terkait "klaim 'Negara Islam'", surat tersebut menolak eksistensi kelompok tersebut karena melaksanakan pembunuhan dan aksi brutal dengan alasan jihad—perjuangan suci—dan menyatakan bahwa "pengorbanan" tanpa sebab, tujuan, dan niat yang jelas "bukanlah jihad, melainkan seruan perang dan tindak kejahatan".[520][587] Surat tersebut juga menuduh NIIS melakukan fitnah dengan melakukan perbudakan yang berlawanan dengan kesepakatan anti-perbudakan yang dikemukakan berbagai ulama.[520] Sejumlah ulama juga mencap NIIS bukan golongan Sunni, melainkan Khawarij.[581]
Menurut The New York Times, "semua teoriwan jihadis paling berpengaruh mengkritik Negara Islam karena melenceng [dari ajaran asli] dan menyatakan [Negara Islam] tidak sah". Mereka juga menolak NIIS karena memenggal wartawan dan pekerja sosial.[12] Eksistensi NIIS ditolak olah berbagai pemuka agama Islam, termasuk ulama Saudi dan al-Qaeda.[11][12]
Kritikus Sunni, termasuk mufti Salafi dan jihadis seperti Adnan al-Aroor dan Abu Basir al-Tartusi, mengatakan bahwa NIIS dan kelompok teroris lainnya bukan Sunni, melainkan Khawarij modern—Muslim yang keluar dari arus utama Islam—yang berusaha mengusung agenda anti-Islam imperialis.[588][589] Kritikus NIIS lainnya meliputi kaum Salafis yang sebelumnya mendukung kelompok-kelompok jihadis seperti al-Qaeda, misalnya pejabat pemerintahan Saudi Saleh Al-Fawzan yang dikenal karena pandangan-pandangan ekstremnya. Al-Fawzan mengklaim bahwa NIIS adalah ciptaan "kaum Zionis, Salibis, dan Safavid". Penulis Yordania-Palestina, Abu Muhammad al-Maqdisi, mantan pengajar spiritual Abu Musab al-Zarqawi, dibebaskan dari penjara di Yordania bulan Juni 2014 dan menuduh NIIS berusaha memecah-belah persatuan Muslim.[589]
Deklarasi kekhalifahan NIIS dikritik dan legitimasinya dipertanyakan oleh sejumlah negara di Timur Tengah, kelompok jihadis,[590] dan ulama dan sejarawan Muslim Sunni. Penyiar TV dan ulama Qatar Yusuf al-Qaradawi menyatakan, "Deklarasi yang dikeluarkan Negara Islam tidak sah menurut syariah dan memiliki dampak berbahaya bagi umat Sunni di Irak dan pemberontakan di Suriah". Ia juga menambahkan bawha gelar khalifah "hanya dapat dianugerahkan oleh seluruh umat Islam", bukan satu kelompok saja.[591] Kritik juga dilontarkan karena NIIS memberlakukan hukuman mati bagi Muslim yang melanggar hukum syariah tradisional, namun pada saat yang bersamaan melanggarnya (contohnya meminta perempuan pindah ke wilayahnya tanpa wali—pendamping laki-laki—dan tanpa keinginannya).[592] NIIS juga dikritik karena menggembar-gemborkan pencitraan lama (penunggang kuda dan pedang), namun melakukan bidah (pemutakhiran agama) dengan membentuk kepolisian agama perempuan (Brigade Al-Khansaa).[593]
Dua hari setelah pemenggalan Hervé Gourdel, ratusan Muslim berkumpul di Masjid Agung Paris untuk menunjukkan solidaritas terhadap korban pemenggalan tersebut. Unjuk rasa ini dipimpin oleh ketua Dewan Umat Islam Perancis, Dalil Boubakeur, dan diikuti oleh ribuan Muslim di seluruh Perancis dengan slogan "Not in my name" ("jangan bawa-bawa agama saya").[594][595] Presiden Perancis François Hollande menyatakan bahwa pemenggalan Gourdel merupakan "tindakan pengecut" dan "keji". Ia juga membenarkan bahwa serangan udara terhadap target-target NIIS di Irak akan terus berlanjut. Hollande juga mengumumkan tiga hari berkabung nasional. Bendera di seluruh Perancis dikibarkan setengah tiang dan keamanan di seluruh Paris diperketat.[594]
Seorang hakim pengadilan syariah Front Islam di Aleppo, Mohamed Najeeb Bannan, menyatakan bahwa, "Hukum mengacu pada syariah Islam, Kasusnya beragam, mulai dari perampokan, penggunaan obat-obatan terlarang, hingga kejahatan moral. Tugas kami adalah mempertimbangkan semua tindak kejahatan yang dilaporkan kepada kami. ... Setelah rezim [Assad] runtuh, kami yakin mayoritas Muslim di Suriah akan mendukung pembentukan negara Islam. Tentu saja, penting sekali untuk mengatakan bahwa syariah Islam akan memotong tangan dan kepala orang-orang, tetapi ini hanya berlaku untuk penjahat. Membunuh, menyalib orang-orang tanpa alasan yang jelas tidak benar sama sekali." Terkait perbedaan antara syariah versi Front Islam dan NIIS, ia mengatakan, "Salah satu kesalahan mereka adalah mereka mulai menerapkan syariah sebelum rezim [Assad] jatuh dan sebelum memiliki tamkin [negara yang stabil]. Mereka mengira Tuhan mengizinkan mereka menguasai wilayah dan langsung mendirikan kekhalifahan. Ini jelas-jelas bertentangan dengan ajaran para alim ulama di seluruh dunia. Di sinilah kesalahan [NIIS]. Mereka justru akan membawa banyak masalah. Semua orang yang menolak [NIIS] akan dianggap menolak syariah dan dihukum berat."[596][597]
Al-Qaeda & Al-Nusra sudah lama mencoba memanfaatkan kebangkitan NIIS dengan mengklaim ideologinya "lebih moderat" dibandingkan NIIS yang "lebih ekstrem" meski tujuannya sama-sama menerapkan syariah dan mendirikan kekhalifahan. Kedua kelompok tersebut mengaku melakukannya secara bertahap, tidak seperti NIIS.[598][599][600][601][602] Al-Nusra mengkritik penerapan syariah yang terlalu cepat oleh NIIS karena malah mengusir banyak orang. Al-Nusra justru memilih pendekatan bertahap a la al-Qaeda dengan mempersiapkan masyarakat untuk menerimanya lewat pendidikan sebelum melaksanakan aspek-aspek hudud dalam syariah seperti melempar kaum homoseksual dari atas bangunan, memotong tangan, dan rajam.[179] Nusra dan ISIL sama-sama menolak aliran Druze. Perbedaannya adalah Nusra tampaknya lebih puas menghancurkan tempat-tempat ibadah Druze dan memperkenalkan aliran Sunni ke umat Druze, sedangkan NIIS ingin melenyapkan umat Druze seperti yang mereka lakukan terhadap kaum Yazidi.[603]
Ayman al-Zawahiri meminta konsultasi (syura) dengan "cara-cara nabawi" saat hendak mendirikan kekhalifahan. Ia mengkritik Baghdadi karena tidak mengikuti cara resmi. Ia juga meminta anggota NIIS bergabung dengan al-Qaeda untuk berjuang melawan Assad, Syi'ah, Rusia, Eropa, dan Amerika Serikat dan menghentikan perselisihan antara sesama kelompok jihadis. Ia meminta para jihadis untuk mendirikan negara Islam di Mesir dan Syam, pelan-pelan menerapkan hukum syariah sebelum mendirikan kekhalifahan, dan melakukan serangan besar terhadap Amerika Serikat dan BArat.[604]
Kelompok Jaysh al-Islam di Front Islam mengkritik NIIS dengan alasan, "Mereka membunuh umat Islam dan membiarkan para pemuja berhala" dan "mereka memanfaatkan ayat-ayat tentang orang kafir dan menggunakannya terhadap sesama Muslim".[605] Kritik utama yang dilontarkan para desertir NIIS adalah NIIS memerangi dan membunuhi sesama Muslim Sunni,[606] jadi bukan non-Sunni saja yang menjadi korban kekerasan NIIS.[607][608] Akan tetapi, sejumlah desertir NIIS merupakan mata-mata dan agen yang masih bekerja untuk NIIS dan memalsukan desersi mereka.
Imam Besar al-Azhar dan mantan presiden Universitas al-Azhar, Ahmed el-Tayeb, mengutuk keras Negara Islam Irak dan Syam karena bertindak "dengan alasan agama suci dan menggunakan nama 'Negara Islam' untuk menyebarkan ajaran Islam mereka yang keliru".[609][610] Ia mengutip Quran: "Hukuman bagi mereka yang berperang melawan Tuhan dan Nabinya dan mereka yang berusaha menyebarkan kerusakana di muka Bumi adalah kematian, penggantungan, pemotongan tangan dan kaki di bagian tubuh berbeda, atau pengusiran dari tempat tinggalnya. Ini merupakan hukuman bagi mereka di dunia, dan mereka akan mendapatkan hukuman berat di akhirat." Meski El-Tayeb dikritik karena tidak menganggap Negara Islam melakukan bidah,[611][612] mazhab Ash'ari yang diikuti El-Tayeb tidak membolehkan mencap murtad seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat.[611] El-Tayeb sangat menolak praktik takfirisme(mencap murtad seorang Muslim) yang dilakukan Negara Islam untuk "menghakimi dan menuduh siapapun yang tidak mengikuti aliran mereka sebagai orang murtad dan melenceng dari ajaran mereka". Ia juga mengkritik NIIS karena mendeklarasikan "Jihad terhadap Muslim damai" berlandaskan "penafsiran ayat-ayat Quran yang melenceng, Sunnah nabi, dan pandangan sejumlah Imam yang salah meyakini bahwa mereka adalah pemimpin pasukan Muslim melawan bangsa kafir di tanah kafir."[613]
Mehdi Hasan, seorang wartawan politik Britania Raya, menyatakan di New Statesman,
Baik Sunni atau Syi'ah, Salafi atau Sufi, konservatif atau liberal, Muslim – dan pemuka agama Islam – hampir seluruhnya mengutuk dan menolak NIIS karena tidak Islami dan sangat anti-Islam.[614]
Hassan Hassan, seorang analis di Delma Institute, menulis di The Guardian bahwa karena Negara Islam "mendasarkan ajaran-ajarannya pada teks agama yang tidak ingin ditangani oleh pemuka agama Islam arus utama, para anggota baru yang meninggalkan kamp pelatihan [NIIS] merasa telah menemukan ajaran Islam yang sejati".[164] Pada pertengahan Februari 2015, Graeme Wood, seorang pengajar ilmu politik di Universitas Yale, mengatakan di The Atlantic bahwa, "Agama yang di diajarkan oleh para pengikutnya yang setia berasal dari penafsiran Islam yang sangat utuh dan cermat."[173]
Kritik dari dunia internasional
NIIS mendapat kritik dari dunia internasional karena pandangan ekstremnya, termasuk pemerintahan dan organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amnesty International. Pada tanggal 24 September 2014, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-Moon menyatakan: "Seperti yang telah dikatakan oleh para pemuka agama Islam di seluruh dunia, kelompok-kelompok seperti NIIS, atau Da'isy, tidak ada hubungannya dengan Islam, dan mereka jelas-jelas bukan negara. Mereka lebih pantas disebut 'Non-Negara Non-Islam'."[615] Kelompok ini dicap sebagai kultus oleh Steven Hassan dalam kolomnya di Huffington Post.[616]
Kritik terhadap nama dan deklarasi
Deklarasi kekhalifahan NIIS pada Juni 2014 dan penggunaan nama "Negara Islam" telah dikritik dan diabaikan oleh para pemuka agama Islam dan Islamis lainnya di dalam dan luar wilayah kekuasaannya.[66][67][68][617] Dalam pidato bulan September 2014, Presiden Obama mengatakan bahwa NIIS tidak Islami karena tidak ada agama yang membenarkan pembunuhan orang tak bersalah dan tak satu negara pun yang mengakui eksistensi kelompok ini sebagai sebuah negara,[72] sedangkan banyak pihak yang keberatan dengan nama "Negara Islam" karena klaim kekuasaan agama dan politiknya dalam nama tersebut terlalu besar. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Kanada, Turki, Australia, Rusia, Britania Raya,[69][70][71][72][618][619][620] dan sejumlah negara lain menyebut kelompok ini "NIIS" atau "ISIL", sedangkan sebagian besar negara Arab menggunakan akronim "Dāʻisy" dalam bahasa Arab. Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius mengatakan, "Ini adalah kelompok teroris, bukan negara. Saya tidak menyarankan nama Negara Islam karena nama tersebut mengaburkan batas antara Islam, Muslim, dan Islamis. Orang Arab memakai nama 'Daesh' dan saya akan menyebut mereka 'Daesh si pemotong leher.'"[621] Jenderal Purnawirawan John Allen, utusan Amerika Serikat untuk koalisi melawan NIIS, Letnan Jenderal James Terry, kepala operasi melawan NIIS, dan Menteri Luar Negeri John Kerry mulai beralih menggunakan nama Daesh pada Desember 2014.[622]
Pada akhir Agustus 2014, badan pendidikan Islam ternama Mesir, Dar al-Ifta al-Misriyyah, meminta agar Muslim tidak lagi menyebut kelompok ini "Negara Islam" dan beralih ke istilah "Separatis Al-Qaeda di Irak dan Suriah" atau SQIS karena memiliki "ciri-ciri yang tidak Islami".[623][624] Dalam pidatonya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan September 2014, perdana Menteri Australia Tony Abbott merangkum semua keberatan terhadap penggunaan nama "Negara Islam": "Penggunaan istilah [Negara Islam] merupakan tindakan yang malah mengagung-agungkan sebuah kultus kematian; kultus kematian yang telah menyatakan perang melawan seluruh dunia dengan klaim kekhalifahannya".[625] Kelompok ini sangat sensitif dengan namanya. Menurut seorang saksi mata di Mosul, "[NIIS] akan memotong lidah Anda apabila Anda menyebut mereka NIIS. Anda harus menyebut mereka Negara Islam."[626]
Pada pertengahan Oktober 2014, perwakilan Islamic Society of Britain, Association of British Muslims, dan Association of Muslim Lawyers mengusulkan bahwa "Negara Tak Islami (NTI) [atau Un-Islamic State (UIS)] dapat dijadikan nama alternatif yang akurat dan adil untuk menyebut kelompok ini dan agenda-agendanya." Mereka menyatakan, "Kita perli bekerja sama dan memastikan agar kaum fanatik ini tidak termakan propaganda yang dijejalkan oleh mereka."[627][628] "Negara Islam" menjadi bahan olok-olok di sejumlah situs web media sosial seperti Twitter dan YouTube lewat tagar, iklan perekrutan palsu, artikel berita palsu, dan video YouTube palsu.[629]
Teori konspirasi
Teori konspirasi di dunia Arab menyatakan bahwa Amerika Serikat diam-diam merupakan dalang pembentukan dan penguatan NIIS sebagai bagian dari upaya destabilisasi Timur Tengah. Setelah rumor tersebut menyebar, kedutaan besar Amerika Serikat di Lebanon mengeluarkan pernyataan resmi yang membantah tuduhan tersebut dan menyatakan klaim tersebut mengada-ada.[630] Rumor tersebut mengklaim bahwa pemimpin NIIS al-Baghdadi adalah agen Mossad dan aktor Israel bernama Elliot dan dokumen NSA yang dibocorkan Edward Snowden mengungkapkan hubungan tersebut. Pengacara Snowden menyebut cerita tersebut "kabar burung semata".[631]
Menurut The New York Times, banyak orang di Timur Tengah yang percaya bahwa persekongkolan antara Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi bertanggung jawab atas terbentuknya NIIS. Berbagai badan berita di Mesir, Tunisia, Palestina, Yordania, dan Lebanon menerbitkan laporan teori konspirasi ini.[632][633]
Negara dan kelompok penentang NIIS
Klaim wilayah NIIS membuat kelompok ini terseret ke dalam konflik bersenjata dengan pemerintah, milisi, dan kelompok bersenjata lainnya. Penolakan internasional terhadap NIIS beserta klaim pendiriannya menyeret kelompok ini ke dalam konflik melawan berbagai negara di seluruh dunia.
Penolakan di Asia dan Afrika
Irak dan Syam | Afrika | Asia lainnya | |
---|---|---|---|
Penentang di Irak
|
|
Penentang di Afrika Utara
Brigade Syahid Abu Salim (milisi Libya)[657]
Batalyon Fajr Libya (milisi Libya)[658]
Penentang di Afrika Barat
|
Penentang di Jazirah Arab
Angkatan Bersenjata Yaman[147]
Angkatan Bersenjata Arab Saudi[662] Pasukan Pertahanan Bahrain[butuh rujukan] Angkatan Bersenjata Kuwait[butuh rujukan] Angkatan Bersenjata Sultan Oman[butuh rujukan] Persatuan Pasukan Pertahanan (UEA)[663] al-Qaeda di Jazirah Arab[147] Houthi[664] |
Koalisi Global Melawan Negara Islam Irak dan Syam
Koalisi Global Melawan Negara Islam Irak dan Syam (NIIS), disebut juga Koalisi Kontra-NIIS atau Koalisi Kontra-DAESH,[673] adalah kumpulan negara dan aktor non-negara pimpinan Amerika Serikat yang berkomitmen akan "bekerja dengan strategi bersama, multitahap, dan jangka panjang untuk menyerang dan mengalahkan NIIS/Daesh". Menurut pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh 59 negara dan Uni Eropa tanggal 3 Desember 2014, para peserta Koalisi Kontra-NIIS berfokus pada upaya-upaya berikut ini:[674]
- Membantu operasi militer, pembangunan kapasitas, dan pelatihan;
- Menghentikan arus pejuang teroris asing;
- Menghambat akses pendanaan NIIS/Daesh;
- Menangani bantuan dan krisis kemanusiaan; dan
- Mengungkap sifat sejati NIIS/Daesh (delegitimisasi ideologi).
Operation Inherent Resolve adalah nama yang diberikan oleh Amerika Serikat untuk serangkaian operasi militer terhadap NIIS dan organisasi afiliasi al-Qaeda Suriah. Combined Joint Task Force – Operation Inherent Resolve (CJTF–OIR) adalah koordinasi militernya.
Organisasi multinasional berikut merupakan bagian dari Koalisi Kontra-NIIS:[674]
Liga Arab — mengoordinasikan operasi negara-negara anggotanya[675]
Uni Eropa – menyatakan ikut serta, 27 anggota ikut serta, tidak termasuk Malta;[674]
NATO – seluruh 28 anggotanya ikut serta;
Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab di Teluk atau GCC – seluruh enam anggota dan dua calon anggota, Yordania dan Maroko, ikut serta.
Liga Arab — mengoordinasikan operasi negara-negara anggotanya[675]
Uni Eropa – menyatakan ikut serta, 27 anggota ikut serta, tidak termasuk Malta;[674]
NATO – seluruh 28 anggotanya ikut serta;
Dewan Kerja Sama Negara-Negara Arab di Teluk atau GCC – seluruh enam anggota dan dua calon anggota, Yordania dan Maroko, ikut serta.
Operasi militer di Irak dan/atau Suriah; serangan udara, bantuan udara, dan pelatihan pasukan darat | Memasok peralatan militer untuk pasukan oposisi di Irak dan/atau Suriah bekerja sama dengan UE/NATO/rekan | Bantuan kemanusiaan dan lainnya untuk target koalisi yang sudah ditandai |
---|---|---|
Anggota NATO:
Anggota dan calon anggota CCASG:
Lainnya:
Bagian dari koalisi anti-ISIL yang melakukan operasi militer di dalam negaranya sendiri[674]
Catatan: Negara di dalam kotak ini mungkin juga memasok bantuan militer dan kemanusiaan serta berkontribusi dengan cara lain.
|
Anggota NATO (juga anggota UE kecuali Albania):
Bosnia dan Herzegovina[698]
Catatan: Negara di dalam kotak ini mungkin juga memasok bantuan militer dan kemanusiaan serta berkontribusi dengan cara lain.
|
Anggota NATO (juga anggota UE kecuali Islandia):
Anggota Uni Eropa (tidak di NATO):
Anggota CCASG:
Lainnya:
|
Negara penentang non-Koalisi
Rusia[703][704] – pemasok senjata untuk pemerintah Irak dan Suriah. Pada Juni 2014, militer Irak menerima pesawat tempur Sukhoi Su-25 dan Sukhoi Su-30 untuk operasi melawan NIIS.[705] Operasi keamanan di dalam negeri tahun 2015.[706][707] Serangan udara di Suriah (lihat intervensi militer Rusia pada Perang Saudara Suriah).[708][709][710]
Pakistan – pengerahan militer di perbatasan Arab Saudi-Irak. Menangkap tokoh-tokoh NIIS di Pakistan.[713][714][715]
Penentang non-negara lainnya
- Front al-Nusra[652]—lewat perjanjian dan kerja sama setempat
- al-Qaeda di Jazirah Arab[147]
- al-Qaeda di Maghreb Islam[717]
- Al-Shabaab[718]
Taliban[666][719]
Hamas[720]
Partai Pekerja Kurdistan—tentara darat di Kurdistan Irak dan Kurdistan Suriah[721]
Partai Demokrat Kurdistan Iran—tentara darat di Kurdistan Irak[721]
Houthi—faksi Syiah di Yaman, memperjuangkan kekuasaan negara[664]
Hamas[720]
Partai Pekerja Kurdistan—tentara darat di Kurdistan Irak dan Kurdistan Suriah[721]
Partai Demokrat Kurdistan Iran—tentara darat di Kurdistan Irak[721]
Houthi—faksi Syiah di Yaman, memperjuangkan kekuasaan negara[664]
Al-Qaeda
Front Al-Nusra adalah cabang al-Qaeda yang beroperasi di Suriah. Al-Nusra melancarkan serangkaian serangan dan pengeboman, kebanyakan di antaranya terhadap target-target yang terkait dengan atau mendukung pemerintah Suriah.[722] Media melaporkan bahwa banyak pejuang asing al-Nusra yang beralih ke NIIS pimpinan al-Baghdadi.[723]
Pada bulan Februari 2014, setelah berlarutnya ketegangan, al-Qaeda secara terbuka memutuskan segala hubungan dengan NIIS,[42] namun ISIL dan Front al-Nusra kadang-kadang masih bisa bekerja sama dengan satu sama lain saat berperang melawan pemerintah Suriah.[724][725][726]
Kedua kelompok ini memiliki pandangan dunia yang nihilistik, menolak modernitas dan Barat. Mereka mengikuti penafsiran Islam garis keras. Kesamaan lainnya adalah kegemaran melakukan serangan bunuh diri serta pemanfaatan Internet dan media sosial dengan sangat baik. Seperti NIIS, beberapa cabang al-Qaeda lebih tertarik merebut dan menguasai wilayah; AQAP kurang berhasil dalam hal ini. Perbedaan utama antara al-Qaeda dan NIIS lebih bersifat politis—dan personal. Dalam satu dasawarsa terakhir, al-Qaeda sudah dua kali mengakui NIIS (dan organisasi pendahulunya) sebagai teman seperjuangan.
Pada tanggal 10 September 2015, pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahiri merilis pesan suara yang isinya mengkritik klaim kekhalifahan NIIS dan menuduh NIIS melakukan "pemberontakan [terhadap al-Qaeda]". Sejumlah media menyebut pesan tersebut sebagai "pernyataan perang".[728] Akan tetapi, meski al-Zawahiri menolak legitimasi NIIS, ia mengakui masih ada kesempatan kerja sama untuk melawan musuh bersama dan mengatakan bahwa apabila ia berada di Irak, ia akan berperang bersama NIIS.[729]
0 Comments